Kamis 04 Dec 2014 15:35 WIB
Transkrip rekaman diduga suara Nurdin Halid

Rekaman yang Bocor, Pengakuan Nurdin: Ini Licik...Ini Licik... (bagian 1)

 Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (tengah) berbincang dengan  Ketua DPD Partai Golkar Bali, I Ketut Sudikerta (kanan) dan Ketua Penyelenggara Munas Golkar IX, Nurdin Halid (kiri) dalam pembukaan Munas IX Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, Ahad (30/1
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (tengah) berbincang dengan Ketua DPD Partai Golkar Bali, I Ketut Sudikerta (kanan) dan Ketua Penyelenggara Munas Golkar IX, Nurdin Halid (kiri) dalam pembukaan Munas IX Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, Ahad (30/1

REPUBLIKA.CO.ID, Musyawarah Nasional (Munas) IX Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, telah secara aklamasi memilih Aburizal Bakrie menjadi ketua umum Partai Golkar lagi. Kemenangan secara aklamasi ini bukan hal yang mengejutkan, karena sejak awal para calon ketum lainnya sudah mengendus adanya skenario pemenangan Ical secara aklamasi. Sehingga mereka ramai-ramai menolak Munas IX Bali karena dianggap tidak fair dan menyalahi AD/ART Partai Golkar.

Di tengah-tengah penyelenggaraan munas, muncul rekaman yang diduga merupakan suara Nurdin Halid yang melakukan pertemuan dengan ketua-ketua DPD I Golkar. Isi pertemuan itu adalah membuat skenario persidangan untuk meloloskan tata tertib,  yang akan memudahkan Ical untuk terpilih lagi menjadi ketua umum.

Berikut adalah transkrip rekaman yang diduga merupakan suara Nurdin Halid:

Ini pekerjaan kita, mana ada pekerjaan munas dikerjakan dalam satu minggu. Makanya ini pekerjaan gila, tapi saya yakin kita semua orang gila. Kalau gila ketemu gila, saya yakin hasilnya bagus. Artinya itu pekerjaan. Gila konsep, gila Golkar, akhirnya yang terjadi adalah gila produktifitas.

Pada saat pertemuan silaturahmi DPD se-Indonesia di Jakarta, pascaRapimnas, kita mau kaji mendalami berbagai tantangan yang dihadapi Partai Golkar, maka teman-teman DPD Provinsi sepakat perlu ada sika yang sama, pikiran yang sama, hati yang sama, hatinya cuma satu bukan berdua dan sikapnya harus sama, gerakan harus sama, yaitu menyukseskan apa yang menjadi keputusan rapimnas (Rapimnas Golkar di Yogyakarta).

Memang DPD kabupaten/kota tidak ikut rapimnas tapi sesuai dengan prosesi pengambilan keputusan kita rapimnas adalah prosesi pengambilan keputusan tertinggi setelah munas, yang pesertanya adalah DPD Provinsi, DPP, dan ormas yang mendirikan dan didirikan, dan sayap. Dan saya yakin sekalipun DPD kabupaten/kota tidak hadir, tapi tentu ada pertemuan-pertemuan yang dilakukan DPD provinsi dengan DPD kabupaten/kota.

Kita telah melangkah lebih jauh dan aspirasi itu ters terang saja, di sini ada DPD hadir, ada DPD Maluku Utara, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Ketua Sulawesi Utara, saya ketua Sulbar, ada sekretaris Maluku itu. Sebetulnya saudara-saudara sekalian, apa yang kita lakukan ini itu bukan datangnya dari atas, tapi murni dari bawah. Ini adalah hasil pertemuan sekalipun namanya silaturahmi, yang saya mulai ikut pada Agustus, ketika saya menjadi Plt Sulbar, yang oleh mereka dianggap ini paguyuban, tapi saya melihat bahwa DPD provinsi tidak sekedar berkumpul, bersilaturahmi, berdiskusi tanpa hasil yang produktif.

Saya lihat luar biasa itu. Khususnya di saat-saat terakhir pascapileg pascapilpres, itu sangat intens daripada ketua-

ketua DPD se-Indonesia melakukan diskusi-diskusi dan perdebatan yang kadang keras, apalagi pertemun di Jawa Barat, keras sekali pertemuan itu, tapi pendalaman materinya sangat luar biasa, dan menghasilkan keputusan yang sangat produktif. Yang mungkin DPP secara organisatoris tidak mungkin kita.

Dan yang terakhir adalah ketika pertemuan tanggal 1-2 Oktober di Hotel Penissula. Melahirkan 16 butir-butir kesepakatan. Salah satu kesepakatan yang luar biasa adalah ada rasa yang sama, bahwa Koalisi Merah Putih (KMP) itu harus terus sampai kabupaten/kota. Ada perasaan yang sama bahwa kita harus di luar pemerintahan. Karea kalau di dalam pemerintahan maka kita akan menjadi pelengkap penderita daripada PDIP. Dan ini dikaji secara mendalam oleh kawan-kawan dengan fakta-fakta yang ada.

Antara lain tahun 2004, Golkar memilih wapres menjadi ketua umum. Bukan Golkar menjadikan ketua umumnya sebagai wapres. Tapi Golkar memilih wapres menjadi ketua umum. Kemudian, wakil ketua umum Pak Agung Laksono adalah ketua DPR dengan empat menteri, ketika itu. Seharusnya suara Golkar 20 persen koma sekian persen itu, suara Golkar naik di 2009. Karena ketua umumnya wapres, wakil ketua umunya ketua DPR. Ada empat menteri.

Bandingkan tahun 1999, dimana Bang Akbar ketika itu sebagai ketua umum, dengan tekanan yang luar biasa, pertama di 1999 kita mempertahankan eksistensi partai. Sekalipun berbagai pihak minta (Golkar) dibubarkan, dan saya termasuk wakil ketua rapim pertama 1999 pascareformasi. Ketua penyelenggaranya Agung Laksono. Dan ketika itu ditanya Pak Akbar, beliau mau melaksanakan rapim sembunyi-sembunyi, maksudnya di DPP saja. Saya yang paling ngotot. Kalau kita mau, kita tunjukan jatidiri kita. Bikin besar-besaran. Apa yang terjadi? Kita bikin di JHCC.

Jam 07.00 saya pasang bendera, dua jam kemudian dibabat oleh PDIP. Jam 10.00 saya pasang bendera, jam 12.00 habis. Padahal nanti malam pembukaan. Tapi kalau Allah menolong ada saja. Pas hari itu PSM main di gelora Bung Soekarno, kenapa pas jam 15.00 massa merah-merah ternyata dari Tanjung Priok. Motivasi saya naik. Pasang bendera, datang massa PDIP, saya hajar dengan massa PSM. Sehingga malamnya kita bisa bikin acara dengan sangat baik. Tidak ada gangguan, karena saya pasang itu supporter PSM.

Itulah awal kebangkitan kita. 1999-2004 Pak Akbar berhasil menjadikan partai kita menjadi pemenang pertama. Dengan kita di pemerintahan, ya waktu itu menteri-menteri apa ya. Nasibnya gimana?. Kemudian 2004 ke 2009, dengan ketua umum (jadi) wapres, ketua DPR wakil ketua umum. Hasilnya gimana? Jeblok. Ini yang dikaji DPD-DPD dalam forum silaturahmi.

Kemudian 2009-2014 kita juga dalam pemerintahan. Menko Kesranya Agung Laksono, Menteri Kelautan Pak Fadel kemudian diganti Pak Tjijip, kemudian menteri perindustria Pak Hidayat. Ada tiga.  Tapi tidak ada hal yang signifikan yang mengangkat electoral Golkar. Itu fakta.

Sehingga kalau sekarang kita masih dalam pemerintahan, bukan kejayaan partai yang kita tunggu, tapi kehancuran partai. Kenapa?  Teman-teman mengatakan, termasuk saya mengatakan siapa kader partai Golkar punya potensial, punya kapasitas tinggi jadi ketua umum partai, mampu menyaingi karakter merakyat, gaya kepemimpinan disukai rakyat, mampu menyaingi Jokowi? Gak ada.

Dari situlah kawan-kawan berpikir KMP harus solid. KMP itu siapa? di sana ada Pak Prabowo, Amien Rais, Hatta Rajasa, Anies Matta, ada Suryadharma Ali waktu itu. Untuk solidnya ini dibutuhkan figur pemersatu, dan saat itu dipilihlah ketua umum kita Pak ARB.

Pertanyaannya adalah apakah KMP bisa solid kalau bukan ARB? Kesimpulan kawan-kawan gak mungkin solid. Kalau ketuanya bukan ARB, Pak Prabowo takmungkin kasih ketua presidiumnya ke Golkar. Kalau Pak Prabowo apa masih bisa solid? Bisa iya bisa tidak. Dan kita mengatakan tidak. Sementara kita butuh di luar pemerintahan dan KMP yang solid.

Kalau KMP solid, silakan berkuasa di eksekutif, kita berkuasa di DPR. Dan kita sudah buktikan. Ini ada Pak Azis

Syamsuddin. Kita sudah buktikan. Mulai dari MD3, RUU Pilkada, pemilihan DPR, pemilihan ketua MPR. Dan ke depan MD3 kita revisi tidak apa-apa. Pak ARB sudah perintahkan, revisi nanti berlaku sampai... (suara tidak jelas). Begitu nanti selesai (akan dilanjutkan) ke masalah Pilkada.

 

(bersambung...)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement