REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo membantah telah memberhentikan Rachmat Yasin dari jabatannya sebagai Bupati Bogor secara hormat. Ia mengatakan, surat keputusan (SK) yang menyebut pemberhentian terpidana korupsi itu dengan hormat hanya salah ketik.
"Itu hanya kesalahan ketik saja," katanya saat keluar gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai berdiskusi dengan pimpinan KPK, Jumat (19/12).
Menurut politikus PDI Perjuangan itu, semua pejabat yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi akan diberhentikan tanpa ada kata 'hormat' maupun 'tidak hormat'. Tetapi, Tjahjo tidak tegas menyatakan bahwa pemberhentian Yasin dilakukan secara tidak hormat.
"Tidak hanya dia (Yasin), termasuk Palembang dan lain-lain ya langsung saja diberhentikan titik. Tidak ada kalimat dengan hormat," ujarnya.
Mantan sekjen partai berlambang banteng moncong putih itu berkilah bahwa kesalahan dalam pengetikan bisa saja terjadi pada siapapun, termasuk pada bawahannya. Namun, dia enggan menyanksi anak buahnya yang disebut salah mengetik tersebut. "Namanya salah ketik kan bisa saja," katanya.
Pernyataan ini berbeda dengan sebelumnya. Saat memasuki gedung KPK, Tjahjo justru secara tegas menyatakan bahwa Rachmat Yasin diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya sebagai Bupati Bogor. "Tidak hormat," katanya saat menanggapi pertanyaan wartawan.
Sebelumnya disebutkan bahwa Mendagri Tjahjo Kumolo menetapkan pemberhentian Rachmat Yasin sebagai Bupati Bogor secara hormat dengan mendapatkan hak uang pensiun. Hal itu terungkap setelah diterbikannya SK Mendagri Nomor 131.32.4652 tertanggal 25 November 2014.
Seperti diketahui, Yasin divonis 5 tahun 6 bulan penjara Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (27/11). Dia juga dikenai denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan penjara. Yasin terbukti secara sah melakukan pelanggaran dalam kasus suap izin rekomendasi tukar menukar kawasan hutan dengan PT Bukit Jonggol Asri senilai Rp 4,5 miliar.
Atas perbuatannya itu, Yasin juga diberi hukuman tambahan yakni pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama dua tahun.