Rabu 24 Dec 2014 09:04 WIB

Polisi Antiteror Tangkap Dua Pria di Australia

 Sejumlah polisi bersenjata lengkap mengamankan seorang wanita yang berhasil melarikan diri dari penyanderaan di sebuah kafe di Sydney, Senin (15/12). (AP/Rob Griffith)
Sejumlah polisi bersenjata lengkap mengamankan seorang wanita yang berhasil melarikan diri dari penyanderaan di sebuah kafe di Sydney, Senin (15/12). (AP/Rob Griffith)

REPUBLIKA.CO.ID, SYDENY -- Polisi Anti Teror Australia telah menangkap dua pria di Sydney, kata sejumlah pejabat, Rabu (24/12), sehari setelah peringatan-peringatan terkait peningkatan "obrolan teroris" akibat pengepungan kafe di pusat keuangan kota tersebut.

Belum ada perincian yang diperoleh tapi Polisi Federal Australia mengatakan penangkapan-penangkapan itu bagian dari operasi yang sedang mereka jalankan.

Seorang pria berusia 20 tahun dituduh memiliki dokumen-dokumen yang didesain untuk memfasilitasi satu serangan teroris dan seorang berusia 21 tahun dituduh melanggar peraturan pengawasan, kata polisi.

Dokumen-dokumen itu telah menyebut kantor-kantor pemerintah sebagai sasaran tetapi tidak diarahkan ke perdana menteri, kata Komisaris Deputi Polisi Federal Australia Michael Phelan dalam jumpa pers di Sydney.

Polisi mengatakan mereka sekarang menangkap dan mendakwa 11 orang dengan tuduhan pelanggaran yang berhubungan dengan terorisme sejak razia-razia masif dilancarkan di Sydney dan Brisbane pada September, segera setelah level ancaman teror dinaikkan menjadi tinggi untuk pertama kali.

Penangkapan-penangkapan paling terbaru terjadi setelah pemantauan satu kelompok yang terdiri atas 15 hingga 20 orang yang polisi yakini secara aktif mendukung Negara Islam melalui pendanaan, mengirim pejuang dan merencanakan serangan-serangan.

"Sudah barang tentu terkait dengan Negara Islam di luar negeri," kata Phelan.

Sedikitnya 70 orang Australia saat ini bertempur untuk militan Islam di luar negeri. Sedikitnya 20 orang telah meninggal dan ada kekhawatiran yang meningkat bahwa jumlah anak-anak muda yang berfikir radikal bertambah dan dapat melakukan serangan-serangan di dalam negeri.

Pada saat razia-razia itu dilakukan, Australia menaikkan level ancamannya menjadi tinggi, yang berarti kemungkinan terjadi serangan, dan Perdana Menteri Tony Abbott pada Selasa memperingatkan orang-orang agar waspada pada kurun waktu Natal.

"Taklimat dari lembaga-lembaga keamanan hari ini mengindikasikan bahwa ada kenaikan level ocehan tereoris setelah pengepungan Martin Place," kata Abbott.

"Karena itu penting bahwa orang-orang tetap waspada dan sadar serta dijamin bahwa polisi dan lembaga-lembaga kami melakukan segala yang mereka dapat kerjakan supaya kita tetap aman."

Pekan lalu, Man Haron Monis, pria bersenjata kelahiran Iran, yang memiliki rekam jejak aksi ekstrimisme dan kekerasan, menyandera 17 orang di jantung kota Sydney dengan memeperlihatkan satu bendera Islam.

Ia dibunuh ketika polisi bersenjata menyerbu cafe tersebut setelah drama penyanderaan selama 16 jam. Dua sandera juga meninggal. Katrina Dawson, 38 tahun, seorang ibu tiga orang anak dan Tori Johnson, manajer cafe Lindt, yang berusia 34 tahun. Beberapa orang menderita cedera.

Australia tak secara resmi menyebut pengepungan Sydney sebagai serangan teroris dan Abbott menolak berspeekulasi menegenai adanya kemungkinan ancaman baru.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement