REPUBLIKA.CO.ID,GIANYAR--Para kepala desa (perbekel) di Kabupaten Gianyar, Bali menyikapi dengan sinis sosialisasi pendaftaran desa dinas atau desa adat (Pekraman) terkait dengan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
"Isi dari UU tersebut masih belum dipahami masyarakat secara luas," kata Kepala Desa Singakerta, Gianyar I Ketut Murja di Gianyar, Rabu (7/1).
Sejumlah Perbekel yang hadir dalam sosialisasi di Kantor Bupati Gianyar itu menunjukkan kegelisahan dan ketidakmengertian soal UU Desa tersebut.
I Ketut Murja secara terang-terangan mengungkapkan, kalau sosialisasi UU Desa itu terkesan dipaksakan.
Bupati Gianyar Anak Agung Gde Agung Bharata justru dengan lantang menyebutkan jika pemerintah daerah harus menentukan pilihan soal didaftarkannya desa dinas atau desa ada dalam UU Desa.
"Tidak ada urusannya dengan partai, ini murni muncul dari nurani saya," katanya. Oleh sebab itu, pihaknya menyerahkan sepenuhnya segala mekanisme, ketentuan, maupun keputusan terhadap kesepakatan desa masing - masing.
Namun, secara pribadi, dia mengatakan lebih condong memilih desa adat, mengingat dengan didaftarkan desa adat, maka akan berpengaruh terhadap penguatan dan kemandirian desa pakraman.
"Mengingat masyarakat Kabupaten Gianyar secara prinsip menganut prinsip homogen, saya berharap desa bisa menentukan satu pilihan sesuai kesepahaman bersama, terhadap salah satu dari pilihan tersebut," kata Bupati.
Hadir pula dalam kesempatan itu Tim Ahli Panitia Khusus DPRD Provinsi Bali yang membawahi soal UU Desa yakni Doktor Anak Agung Sudiana, dan Prof I Nyoman Budiana.
Prof I Nyoman Budiana mengatakan, sosialisasi UU Desa ini tanpa paksaan, bahkan pihaknya menyerap aspirasi yang disampaikan masyarakat.
Namun, pada prinsipnya pendaftaran desa adat akan memperkuat keberadaan Bali karena Desa Adat akan dijadikan subyek hukum.