REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat penerbangan Universitas Negeri Airlangga (Unair) Surabaya, Adi Riyadi, tidak heran jika regulator tak mengindahkan rekomendasi KNKT tentang keselamatan penerbangan.
Adi menjelaskan, tingkat keselamatan penerbangan Indonesia dari audit internasional, ternyata tidak ada maskapai penerbangan yang mendapat poin bagus. Bahkan, Uni Eropa pernah mencoba membantu penerbangan Indonesia yang buruk agar terangkat.
Namun, Uni Eropa tidak jadi membantu dengan alasan penerbangan di Indonesia tidak mau berubah. Terakhir pada tahun 2014. Pemerintah Indonesia melakukan audit, hasilnya juga masih sama. Parahnya, hasil buruk tersebut dpublikasikan oleh pemerintah sendiri sehingga disorot oleh penerbangan internasional.
Adi menilai, selama ini pemerintah Indonesia hanya mencari kesalahan dari maskapai saja. Artinya, pemerintah hanya berusaha melakukan perbaikan dengan cara pendekatan sanksi. "Sedikit sedikit sanksi. Ketika dilakukan pendekatan sanksi maka pihak regulator atau kemenhub menganggap sistemnya sudah benar. Nah kalau demikian pemahamannya maka patut atau layak Menhub sebagai pembina regulator wajib dievaluasi kinerjanya sebagai pembantu presiden," cetusnya, saat dihubungi, Rabu (14/1).
Yang diingat, dari 600 insiden penerbangan di Indonesia, 30 diantaranya adalah insiden serius dan berpotensi menjadi kecelakaan. Seharusnya, Menteri Perhubungan mencoba memperbaiki sistem koordinasi antar instansi terkait yang berkaitan dengan penerbangan.
Salah satu item tingkat keselamatan dari audit penerbangan internasional, menunjukkan bahwa koodinasi antar instansi di penerbangan Indonesia sangat tidak layak. Inilah yang menjadi faktor penyebab kecelakaan dan harus diperhatikan tanpa merugikan atau melulu mencari kesalahan maskapai penerbangan.
Rekomendasi KNKT terkait perbaikan kualitas Air Traffic Controler (ATC), pemeriksaan kelayakan terbang sesuai regulasi dan penguatan kapasitas kemampuan pilot dan kru yang tidak diindahkan kementrian perhubungan menjadi penyebab utama 10 kecelakaan terakhir.