REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta seluruh masyarakat dunia termasuk Indonesia untuk mengambil pelajaran peristiwa Charlie Hebdo. Dari peristiwa itu diharapkan masyarakat tahu makna sebenarnya dari kebebasan.
“Jadikan ini pelajaran berharga,” kata Ketua Bidang Pendidikan MUI, Anwar Abbas kepada Republika Online, Kamis (15/1).
Anwar menjelaskan kebebasan itu tidak boleh diartikan sebagai kebebasan berbuat apa saja. Termasuk mengejek dan menghina orang lain serta mengejek dan menghina keyakinan atau agama yangg dianut oleh orang lain.
Menurut Anwar, jika sikap itu tetap dilakukan, maka akan menyakiti pihak yangg dihina dan diejek. Sehingga, kata Anwar, terjadilah tindakan-tindakan yang tidak terpuji sepertt pembunuhan. Ini terjadi jika ada salah satu pihak yang tidak bisa mengendalikan diri atas penghinaan tersebut.
Karena itu, menurut Anwar dari kasus ini, masyarakat bisa mendapat pelajaran. Yakni, kebebasan juga harus diberi rambu-rambu. Artinya, dalam mengimplementasikan kebebasan seseorang harus memperhatikan hak-hak dan keyakinan orng lain.
“Karena kalau hak dan keyakinan keagamaan orang sudah tidak lagi dihargai dan diinjak-injak, maka tidak mustahil mereka yang dirugikan akan bereaks. Mulai dari bentuk yang sangat sederhana dan soft sampai kepada bentuk yang lebih komplek dan ekstrim atau keras,” ujar Anwar.
Anwar menyarankan jika ada tindak kekerasan seperti Charlie Hebdo, maka masyarakat tidak boleh hanya berhenti dan terhenti pada mengutuk perbuatan. Tapi, juga harus mendalami sebab yang menjadi pemicu dari peristiwa itu. Ini dilakukan agar bisa menata kembali hubungan dan mengembangkan relasi baru yang lebih kondusif dan bersahabat.