Senin 19 Jan 2015 17:52 WIB

Pakar Tafsir: Aliran Isa Bugis Perlu Diluruskan dalam Menafsirkan Alquran

Rep: c02/ Red: Agung Sasongko
Penganut aliran sesat yang bertobat.   (ilustrasi)
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Penganut aliran sesat yang bertobat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pakar Tafsir Alquran, Ahsin Sakho Muhammad menyebutkan ajaran Isa Bugis memiliki efek berbahaya saat siswa tersebut dewasa. Sebab, ketika yang bersangkutan mendapatkan pelajaran agama yang benar akan terjadi pertentangan.

Menurut Doktor dari Universitas Madinah ini, Isa Bugis adalah salah satu aliran yang perlu diluruskan dalam menafsirkan Alquran. Isa Bugis selalu mengandalkan apa yang diterjemahkan. Tapi, tidak mengkaji apa maksud dari terjemahan tersebut. Sehingga penyimpangan dalam agama akan terus terjadi.

Dalam menafsirkan Alquran, kata Ahsin Sakho, perlu juga dikaji tentang asbabun nuzul (Sebab-sebab turunnya ayat). Dari asbabun nuzul ini, akan membantu menafsirkan Alquran. “Untuk menafsirkan Alquran banyak aspek yang perlu dikaji,” ujarnya, Senin (19/1)

Ahsin Sakho mengatakan, tidak masalah mengajarkan tafsir di usia SMP. Tapi, cukup sampai pada dasar-dasarnya saja.

Tidak perlu mengajarkan ke teknik penafsiran, apalagi mengajarkan langsung menafsirkan Alquran. Untuk pelajaran tafsir perlu diberikan bertahap. Karena pembahasan tafsir sangat rawan terhadap kesalahan. Satu kesalahan kecil dalam menafsirkan akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya.

Mantan rektor Institut Ilmu Alquran (IIQ) juga menyebutkan, setiap pelajaran agama perlu diberi pengawasan. Masuknya ajaran Isa Bugis dalam pelajaran Agama adalah bukti lemahnya pengawasan tersebut. Dalam kurikulum hal ini perlu dikaji kembali. Jangan sampai pelajaran yang seharusnya belum didapatkan di usia SMP malah diajarkan.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement