REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap partai politik terhadap kisruh KPK dan Polri dinilai berbahaya bagi kelangsungan demokrasi di Indonesia. Partai politik kembali menampilkan wajahnya yang egois dan pragmatis karena tidak mencerminkan kepentingan publik. Alih-alih merespon suara publik yang mengkritisi pencalonan Kapolri dengan rekam jejak yang buruk, PDIP justru melawan dengan usaha mendiskreditkan petinggi KPK.
Hal ini diungkapkan Direktur lembaga riset Matriks Indonesia, Sofyan Herbowo. “Ini berbahaya, karena tumpuan demokrasi adalah partai politik, jika partai politik tidak mencerminkan kepentingan publik, demokrasi bisa terbunuh,” kata Sofyan di Jakarta, Sabtu (24/1).
Sofyan menambahkan, saat ini, kepercayaan publik tehadap partai politik sudah sangat rendah. Partai sudah tidak lagi menjalankan fungsi agregasi dan artikulasi kepentingan, bahkan kerap bertentangan dengan kehendak publik. Jika situasi ini tidak berubah, ia khawatir, yang terancam tidak hanya kredibilitas partai.
''Tapi juga agenda pemberantasan korupsi dan kualitas demokrasi. Megawati sebagai Ketua Umum PDIP tentunya harus muncul dan kembali menegaskan sikap politik partainya sebagai partai rakyat kecil karena ada kesenjangan serius antara wacana publik dan sikap petinggi PDIP,'' ujarnya.
Sofyan mengatakan saat ini ada dua agenda penting yaitu dengan sikap tegas Jokowi sebagai presiden. Jokowi harus segera mengambil langkah untuk memperjelas kepemimpinan Polri agar lembaga tersebut dapat terkonsolidasi. Jika situasi ini dibiarkan yang terlihat Polri lembaga yang memiliki “nyawa” dengan agenda sendiri di luar agenda Presiden. Padahal, Polri berada langsung di bawah presiden.
''Lalu yang kedua, Jokowi harus segera membuktikan komitmennya memberantas korupsi dengan berdiri di belakang KPK. Jika ini tidak dilakukan, perlu dipertanyakan kemandirian Jokowi sebagai presiden,'' katanya.