REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Meski berstatus sebagai lembaga aparatur negara, konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri dinilai harus diselesaikan terlebih dulu melalui peradilan.
“Masih ada lembaga peradilan yang bisa memutuskan apakah cara-cara tindakan hukum, baik itu yang dilakukan oleh kepolisian ataukah itu KPK benar atau tidak,” jelas Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (MenPAN RB) Yuddy Chrisnandi, Selasa (27/1).
Ia menegaskan, yang bisa dilakukan pihaknya saat ini hanya menunggu penyelesaian sesuai prosedur hukum. Menurutnya, keputusan hukum yang nantinya diberikan kepada kedua lembaga harus dihormati dan harus dilaksanakan.
“Kedua lembaga juga harus mempertimbangkan usaha Presiden Joko Widodo untuk menengahi dan mempertemukan keduanya. Serta menghormati keputusan Presiden untuk tidak ikut mengintervensi proses hukum yang dilakukan oleh kedua lembaga,” jelas Yuddy.
Proses hukum petinggi KPK saat ini telah sampai pada penyidikan Bareskrim Mabes Polri. Penyidik masih menyelidiki apakah laporan terhadap dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Adnan Pandu Pradja masuk ke ranah pidana atau pelanggaran kode etik.
Abraham Samad, ketua KPK dilaporkan ke Mabes Polri pada 22 Januari lalu oleh KPK Watch dengan dugaan terlibat aktivitas politik saat Pilpres 2014 lalu. Pada laporan itu Samad diduga melakukan pelanggaran kode etik.
Selain itu Adnan Pandu Pradja, Wakil Ketua KPK lainnya juga dilaporkan ke Mabes Polri oleh PT Daisy Timber, Berau, Kaltim atas dugaan merampas aset swasta perusahan tersebut. Namun, hingga saat ini penyidik masih mengumpulkan barang bukti dan keterangan saksi atas dua kasus pimpinan KPK itu.