Rabu 04 Feb 2015 17:32 WIB

Tangkal Pendangkalan Akidah dengan Kesederhanaan

Rep: Lilis Handayani/ Red: Agung Sasongko
Kajian keagamaan merupakan salah satu cara membentengi akidah umat (ilustrasi).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Kajian keagamaan merupakan salah satu cara membentengi akidah umat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Sebelum 2001, tak ada satupun masjid yang berdiri di Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu. Di desa tersebut, hanya ada sebuah mushala kecil yang berdiri sekitar 1940-an dan sudah hampir roboh. Rendahnya kepedulian masyarakat setempat terhadap pendidikan, terutama yang menyangkut keagamaan, membuat mushala yang terbuat dari pagar bambu itupun sepi dari aktivitas keagamaan.

Kondisi itu menimbulkan keprihatinan pada diri Ustadz H Sufyan Tsauri MA. Apalagi, di desa tetangga, yakni di Desa Pabean Ilir, terdapat aktivitas berkedok pendangkalan akidah. Melalui aksi bakti sosial dan bantuan pendidikan bagi anak-anak, aktivitas ini cukup jitu mengubah pendirian masyarakat setempat untuk berpindah keyakinan.

Dengan tekad untuk menghalau aksi kristenisasi agar tak merambah Desa Brondong, Sufyan pun mengaktifkan mushala kecil itu pada 1992. Di mushala tersebut, dia mendirikan taman pendidikan Quran (TPQ) dan Taman Kanak-kanak Quran. Kala itu, yang menjadi tenaga pengajarnya hanya dirinya bersama sang istri. Sarana pendidikan itupun digunakannya untuk mendidik dan meneguhkan akidah anak-anak di lingkungan setempat agar tak terpengaruh arus kristenisasi.

Tak cukup sampai disitu, pada 2001, Sufyan pun menggalang dukungan para tokoh agama dan masyarakat dari enam desa yang ada di sekitarnya. Yakni Desa Pabean Ilir, Brondong, Karanganyar, Totoran, Pasekan dan Pagirikan. Mereka sepakat untuk membangun yayasan pesantren yang menjadi pusat pendidikan keagamaan dan memugar mushola kecil tersebut menjadi sebuah masjid yang diberi nama Masjid Babur Royyan.

Kala itu, para tokoh dari enam desa tersebut berhasil mendirikan Diniyah Takmiliyah Awaliah (DTA). Namun sayang, setelah terwujud, pihak panitia dari desa-desa lain malah mundur satu per satu. Hanya tinggal Sufyan yang bertahan. Ketiadaan dukungan dari masyarakat setempat maupun pemerintah daerah, membuat Yayasan Pesantren Babur Royyan tak bisa berkembang.

Baru sepuluh tahun kemudian, atau pada 2011, yayasan bisa membangun TK dan madrasah ibtidaiyah (MI). Itupun berkat bantuan dari para anggota sejumlah majelis taklim di luar Desa Brondong yang dibinanya. ‘’Masyarakat di sini acuh tak acuh, tak ada yang peduli untuk ikut membantu mengembangkan pesantren,’’ ujar pria yang menjadi Ketua Yayasan Pesantren Babur Royyan tersebut.

Melalui DTA, TK dan MI tersebut, Sufyan lebih gencar membuat program untuk menguatkan akidah anak-anak di lingkungan sekitarnya. Dia tanamkan pada diri anak-anak didiknya bahwa hanya Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pencipta, dan bahwa agama yang paling benar hanyalah Islam.

‘’Kami berusaha mencetak mereka menjadi dai,’’ tegas Sufyan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement