REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kongres Umat Islam Indonesia ke-6 di Yogyakarta menghasilkan 'Risalah Yogyakarta' yang berisi beberapa rekomendasi bagi pemerintah serta berbagai komponen umat Islam dalam mengurai tantangan ekonomi, politik, serta budaya bangsa.
"Risalah Yogyakarta berisi pesan untuk meluruskan kiblat bangsa demi terwujudnya Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur," kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin, dalam penutupan Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6 di Yogyakarta, Rabu.
Risalah Yogyakarta, kata Din, merupakan intisari dari berbagai rekomendasi yang diformulasikan dari tiga komisi sidang dalam KUII ke-6 yang terbagi atas komisi bidang politik, budaya, dan ekonomi.
Risalah itu, kata dia, untuk merespons berbagai penyimpangan dan pergeseran cita-cita nasional yang ditandai dengan derasnya arus liberalisasi politik, ekonomi, dan budaya yang terjadi di Indonesia.
Ada tujuh butir rekomendasi yang tertuang dalam Risalah Yogyakarta, yaitu:
1. Menyeru seluruh komponen umat Islam Indonesia untuk bersatu padu, merapatkan barisan dan mengembangkan kerja sama serta kemitraan strategis, baik di organisasi dan di lembaga Islam maupun di partai politik untuk membangun dan melakukan penguatan politik, ekonomi, dan sosial budaya umat Islam Indonesia yang berkeadilan dan berperadaban.
Kemudian
2. Menyeru penyelenggara negara dan kekuatan politik nasional untuk mengembangkan praktik politik yang ber-"akhlaqul karimah" dengan meninggalkan praktik politik yang menghalalkan segala cara, dengan menjadikan politik sebagai sarana mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, keamanan, dan kedamaian bangsa.
3. Menyeru seluruh komponen umat Islam Indonesia untuk bangkit memberdayakan diri, mengembangkan potensi ekonomi, meningkatkan kapasitas SDM umat, menguatkan sektor UMKM berbasis ormas, masjid, dan pondok pesantren, meningkatkan peran kaum perempuan dalam perekonomian, mendorong permodalan rakyat yang berbasis kerakyatan dan mendorong kebijakan pemerintah pro rakyat.
4. Menyeru pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat untuk mewaspadai dan menghindarkan diri dari budaya yang tidak sesuai dengan nilai syariat Islam dan budaya luhur bangsa seperti penyalahgunaan narkoba, minuman keras, pornografi dan pornoaksi, serta pergaulan bebas dan perdagangan manusia.
Hal ini perlu dilakukan dengan meningkatkan pendidikan akhlak di sekolah atau madrasah dan keluarga, penguatan ketahanan keluarga, dan adanya keteladanan para pemimpin, tokoh, dan orangtua seiring dengan itu menyerukan kepada pemerintah untuk menghentikan regulasi dan kebijakan yang membuka pintu lebar-lebar masuknya budaya yang merusak serta melakukan penegakan hukum yang tegas dan konsisten.
5. Menyatakan keprihatinan mendalam atas bergesernya tata ruang/lanskap kehidupan Indonesia di banyak daerah yang meninggalkan ciri Keislaman sebagai akibat derasnya arus liberalisasi budaya dan ekonomi.
Oleh karena itu, meminta penyelenggara negara serta berbagai pemangku kepentingan utk melakukan langkah2 nyata utk menggantikannya dan menata ulang regulasi dan kebijakan lanskap kehidupan Indonesia agar tetap berwajah keislaman dan keindonesiaan.
6. Memprihatinkan kondisi umat Islam di beberapa negara di dunia, khususnya Asia yang mengalami perlakuan diskriminatif dan tidak memperoleh hak-haknya sebagai warga negara.
KUII meminta kepada pemerintah negara-negara yang bersangkutan untuk memberikan perlindungan berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang berkeadilan dan berkeadaban. Menyeru kepada pemerintah dan umat islam untuk memberikan bantuan kepada mereka dalam semangat ukhuwah Islamiyah dan kemanusiaan.