REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu rekomendasi Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) kepada pemerintah adalah terkait peran ekonomi umat Islam.
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai salah satu ormas peserta kongres, menyatakan siap dan akan selalu berkontribusi memajukan ekonom umat Islam, bersama-sama dengan ormas-ormas Islam lainnya.
Namun, kata Ketua PBNU, KH Maksum Machfoedz, peran ormas-ormas tidak akan bisa sama dengan peran negara, sehingga ormas hanya bisa sebatas melakukan pendampingan atau advokasi.
"Kita (ormas-ormas Islam) pasti tidak punya (kapasitas untuk menyediakan) subsidi pupuk, BBM (bahan bakar minyak), atau bantuan langsung benih unggul. Karena itu semua kapasitas negara. Kekuatan kita ialah kekuatan advokasi, yakni kepada pelaku usaha maupun terhadap pemerintah," terang KH Maksum Machfoedz saat dihubungi Republika, Jumat (13/2) di Jakarta.
Kiai Maksum mencontohkan, saat ini NU tengah menyiapkan antisipasi terhadap implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hal itu agar masyarakat desa benar-benar sebagai subjek pembangunan di hadapan negara.
Bagi Kiai Maksum, advokasi semacam ini penting untuk diinisiasi dan dilakukan secara kompak bersama-sama oleh seluruh ormas Islam.
"Kenapa itu penting? Sebab, dengan fokus pada kedaulatan pangan, kita memberi kesempatan seluas-luasnya untuk masyarakat Muslim akar rumput di manapun mereka berada agar bangkit," ujarnya.
Kiai Maksum optimistis seluruh elemen umat Islam, terutama ormas-ormas, mampu menyinergikan program-program penguatan ekonomi pangan.
Program dari NU, misalnya, pengembangan hutan rakyat dan advokasi kepada stakeholders menyalurkan kredit lebih banyak dan mudah lagi kepada masyarakat kecil.
"Kami optimis sekali (sinergitas seluruh ormas Islam). Jadi, negara mesti diluruskan kiblat pembangunannya oleh ormas-ormas Islam. Jangan (negara) berfokus pada manufaktur terus, melainkan mulai sektor pangan," katanya menegaskan.