Kamis 19 Feb 2015 14:47 WIB

NU-Muhammadiyah Wajib Sukseskan RUU Kedaulatan Pangan

Rep: c 14/ Red: Indah Wulandari
Seorang petani mencari hama ulat grandong di daun bawang merah di Desa Limbangan Wetan, Brebes, Jateng, Selasa (9/12).
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Seorang petani mencari hama ulat grandong di daun bawang merah di Desa Limbangan Wetan, Brebes, Jateng, Selasa (9/12).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--RUU Kedaulatan Pangan merupakan salah satu dari 37 rancangan regulasi yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas pada tahun ini.

“Pada saat Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI, UII mengusulkan sejumlah pokok pemikiran. Antara lain, ormas-ormas Islam untuk tampil mengawal RUU Kedaulatan Pangan,” klaim Akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof Jawahir Thontowi, Rabu (18/2).

Pertimbangannya, jelas Jawahir, RUU Kedaulatan Pangan dapat turut menyukseskan visi pembangunan Indonesia dari pinggiran. Harapannya pula, umat Islam yang jadi kelompok marginal di perdesaan bisa tampil setara terhadap pihak-pihak yang selama ini diuntungkan oleh sistem ekonomi nasional.

Jawahir menjelaskan bahwa dorongan itu dilakukan karena para petani di sejumlah daerah mayoritas merupakan umat Muslim. Sehingga, kata Prof Jawahir, membangun Indonesia dari pinggiran adalah juga membangun kekuatan ekonomi umat Islam yang bertumpu pada sektor pertanian.

Maka, dalam konsep pengawalan rancangan regulasi tersebut, menurut Prof Jawahir, ormas-ormas Islam patut mempergiat affirmative actions di lapangan. Misalnya, dengan mengadakan program kerja sinergis antara dua ormas Islam terbesar, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

“Pihak organisasi-organisasi keagamaan diharapkan bisa memberi dukungan yang konkret bagi keberpihakannya terhadap masyarakat Muslim,” kata Jawahir.

Selain itu, terkait advokasi terhadap negara, dua ormas Islam terbesar itu diharapkan terus mengawal wacana kedaulatan pangan yang akan diterjemahkan ke dalam sebuah regulasi.

Sehingga, lanjut Prof Jawahir, setidaknya UU Kedaulatan Pangan wajib mencantumkan larangan yang tegas terkait impor pangan.

“Itu bisa. Termasuk, wajib disebutkan dalam regulasi itu, larangan impor pangan dari luar negeri. Kalau tidak (dimasukkan), ya sama saja bohong. Petani kita menghasilkan (pangan), tetapi harganya tidak dilindungi oleh negara,” paparnya.

Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Muhammadiyah Said Tuhuleley menyatakan, pihaknya menyambut baik RUU Kedaulatan Pangan masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2015.

Menurut Said, sudah banyak suara dari masyarakat yang menghendaki agar DPR dan pemerintah tidak lagi berfokus pada ketahanan, melainkan kedaulatan pangan.

“Itu sudah merupakan langkah maju dari DPR. Menanggapi banyak suara, kita perlu meningkatkan, ketahanan pangan menjadi kedaulatan pangan,” ujar Said.

NU dan Muhammadiyah, ujarnya,sudah lama berupaya keras membangun kekuatan ekonomi umat Islam dari sektor pertanian. Hanya saja, baik NU dan Muhammadiyah tidak akan bisa menyamai kemampuan negara, sebagai regulator perekonomian nasional.

“Sekarang ini kan sudah sama-sama melakukan program yang hampir mirip. NU maupun Muhammadiyah sudah masuk kepada petani. Walaupun, masih pada spot-spot kecil,” ujar Said.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement