REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan Bandung, Agustinus Pohan berpendapat, Mahkamah Agung harus cepat mengambil sikap agar tidak semakin banyak tersangka korupsi, yang mengajukan praperadilan.
Setelah gugatan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan dikabulkan, tersangka kasus dugaan korupsi dana penyelenggaraan haji Suryadharma Ali (SDA), dan mantan Ketua Komisi VII DPR, Sutan Bhatoegana juga mengajukan praperadilan.
Sutan adalah tersangka kasus dugaan korupsi terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) di Kementerian ESDM tahun 2013. Baik SDA maupun Sutan, mengaku terinsipirasi oleh putusan hakim Sarpin Rizaldi yang mengabulkan gugatan praperadilan Budi Gunawan dan menjadikan status tersangkanya tidak sah.
"Sebaiknya, MA mengeluarkan, baik diminta atau tidak, semacam fatwa menyangkut betulkah penetapan tersangka bisa dipraperadilankan. Jangan sampai besok-besok ada hakim yang menerima, ada yang menolak. Ini kan tergantung penafisran Pasal 77, Pasal 95," kata Agustinus kepada ROL, Kamis (26/2).
Agustinus mengatakan, penafsiran yang berbeda dari setiap hakim akan merugikan pihak tertentu. Karenanya, ia menilai, aturan-aturan yang sudah pasti seharusnya tidak boleh ditafsirkan terlalu luas atau tidak bisa ditafsirkan yang lain.
Selain itu, ia berharap, jika KPK benar mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) nanti, MA akan menerima serta mengabulkan PK tersebut. Pengabulan tersebut, menurut Agustinus, merupakan jalan yang baik sekaligus menegaskan kepastian sikap MA.
"Yang terbaik adalah supaya orang lain jangan coba-coba. Coba-coba ini menghabiskan energi dan yang paling bahaya menghabiskan energi KPK. KPK yang harusnya punya waktu untuk konsentrasi pada kegiatan-kegiatan penyidikan dan pengungkapan kasus korupsi, malah jadi tersandera untuk mengurusi praperadilan," jelasnya. nC82