REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Hubungan Mesir dengan Hamas kembali merenggang setelah pengadilan di Kairo, Mesir memutuskan gerakan perlawanan tersebut sebagai organisasi teroris pada Sabtu (28/2).
Keputusan itu disebut-sebut bakal menyulitkan warga Palestina khususnya Gaza yang mengalami blokade Israel selama beberapa tahun terakhir. Mkhaimar Abu Sada, seorang profesor ilmu politik di Universitas Al Azhar mengatakan hubungan Mesir dan Hamas tidak mungkin diselamatkan.
Putusan yang dikeluarkan Hakim Mohamed el-Sayed mengatakan Hamas telah menargetkan warga sipil dan pasukan keamanan dalam Semenanjung Sinai, dan kelompok itu telah merugikan Mesir.
"Telah terbukti tanpa keraguan bahwa gerakan ini telah melakukan tindakan sabotase, dan pembunuhan warga sipil tak berdosa dan anggota angkatan bersenjata dan polisi di Mesir," tulis pengadilan, seperti dilansir Arab News, Ahad (1/3).
Keputusan itu mengatakan para pejuang Hamas telah menggunakan senjata berat melawan tentara Mesir, dan juga berkolusi dengan Ikhwanul Muslimin yang juga dicap kelompok teroris.
Sementara itu, Hamas yang berulang kali menegaskan tidak terlibat dalam ketegangan yang terjadi di Mesir mengatakan keputusan ini telah menodai reputasi Mesir.
Seorang petinggi Hamas, Al-Masri mengutuk keputusan dan mendesak Mesir untuk mempertimbangkan kembali keputusannya. "Keputusan ini melayani pendudukan Israel. Ini adalah keputusan dipolitisasi yang merupakan awal dari langkah Mesir yang mengurangi perannya terhadap Palestina," ujarnya.
Sebelumnya pada 2014 lalu, Pengadilan Mesir melarang sayap militer Hamas, Izzedine Al-Qassam, dan menetapkannya sebagai organisasi teroris pada bulan lalu. Masih pada 2014, keputusan yang sama di pengadilan yang sama melarang semua kegiatan Hamas di Mesir dan memerintahkan penutupan setiap kantor Hamas, meskipun perintah tampaknya tidak pernah dilakukan.