Selasa 03 Mar 2015 19:36 WIB

Dua Penyebab Rupiah Mudah Melemah

Rep: C15/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Dollar Naik, Rupiah Turun: Petugas menghitung uang pecahan 100 Dollar dan uang pecahan Rp. 100 ribudi salah satu tempat penukaran uang, Jakarta, Kamis (12/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Dollar Naik, Rupiah Turun: Petugas menghitung uang pecahan 100 Dollar dan uang pecahan Rp. 100 ribudi salah satu tempat penukaran uang, Jakarta, Kamis (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melemahnya rupiah saat ini tak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal. Selain faktor eksternal yang kian menguat, faktor internal ekonomi Indonesia perlu diperkuat agar Indonesia mempunyai daya tawar yang kuat di mata para negara pesaing.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listyanto menilai ada dua penyebab rupiah mudah melemah. Pertama, transaksi berjalan Indonesia masih lemah. Artinya, antara suplai valuta asing dengan permintaanya lebih tinggi permintaan.

Selain itu, hingga saat ini Indonesia masih menetapkan suku bunga yang tinggi padahal di negara lain saat ini sedang menurunkan suku bunga mereka. "Apalagi, dalam sisi mata uang, mata uang kita tidak kuat, jadi ketika isu sekecil apapun sangat sensitif sekali mempengaruhi nilai tukar kita," ujar Eko saat dihubungi Republika, Selasa (3/3).

Kedua, menurut Eko kebijakan kita belum sinkron terkait sisi fiskal. Sisi Fiskal, menurut Eko harusnya dapat menggenjot pertumbuhan. Sayangnya, saat ini Indonesia belum bisa melakukan stabilisasi fiskal sehingga rupiah mudah goyah saat suku bunga diturunkan.

Pemerintah dinilai Eko harus bisa mengeluarkan kebijakan yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan stabilisasi nilai tukar. Namun, rencana ini belum pernah betul-betul direalisasikan dalam rencana negara.

"Saya melihat gerak dari menteri sudah cukup bagus, dengan misalnya menteri kelautan yang hendak menjaga potensi hasil laut, dan kementerian perdagangan yang kekeuh tidak ingin impor beras," tambah Eko.

Namun, untuk merealisasikan hal ini menurut Eko perlu adanya roadmap yang jelas. Karena untuk saat ini saja memang sisi impor kita menurun, tetapi juga disusul ekspor kita yang juga menurun. Manajemen ekspor impor yang masih belum stabil menurut Eko yang menyebabkan Indonesia kerap devisit.

"60-70 persen barang impor kita komoditas, sedangkan di global harga komoditas menurun. Impor kita gak bisa benar-benar mengerem, perdagangan kita devisit sehingga perdagangan lebih banyak meminta dolar daripada menghasilkan dolar," ujar Eko.

Fundamental lain menurut Eko adalah masih kurangnya kekuatan Indonesia dalam menghadapi daya saing. Dengan kelompok ASEAN saja, Indonesia masih kerap kalah. Infrastruktur dan perizinan menurut Eko saja masih kalah dibandingkan negara lain.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement