REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penelitian dan Pembangunan Pendidikan Kementerian Agama Rahman Mas'ud menjelaskan minimnya pendidikan agama sulit untuk dihubungkan dengan maraknya kasus begal. Kalaupun dihubungkan, hal itu terlalu menggeneralisasi para pelaku yang terlibat tindak kriminalitas tersebut.
Rahman juga menjelaskan jika ada kaitan antara kasus begal dengan agama, maka orangtualah yang harus disalahkan. Bukan pendidik formal seperti di sekolah atau madrasah. Karena mereka yang memiliki peran vital dalam memberi pendidikan agama dan kontrol sosial.
Dia berpendapat, para pelaku begal, yang sebagian masih remaja dan pelajar, sudah melupakan jenjang pendidikannya. "Saya ragu kalau mereka (pelaku begal) masih memikirkan pendidikannya sendiri," katanya, Kamis (5/3).
Kasus begal yang melibatkan remaja adalah bukti ketidakmampuan orangtua dalam memberikan pendidikan dan pengawasan. Menurutnya, begal adalah bentuk kriminalitas yang memang harus ditangani pihak dan lembaga kepolisian.
Kementerian agama memang fokus membangun karakter dan moral pelajar, kata Rahman. Hal ini diwujudkan dengan memberikan pendidikan kewarganegaraan dan pancasila. Selain itu, kementerian agama juga tidak lupa memberikan pendidikan akhlak dengan Nabi Muhammad sebagai kiblatnya.
"Selama ini belum pernah kan kita dengar ada madrasah satu dengan yang lain terlibat tindak kriminalitas seperti tawuran atau begal," tuturnya.