Sabtu 14 Mar 2015 10:10 WIB

Pelemahan Rupiah Menjadi 'Wake Up Call' Jokowi

Rep: Elba Damhuri/ Red: Didi Purwadi
Rizal Ramli
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Rizal Ramli

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anjloknya rupiah dinilai sebagai sebuah 'wake up call' bagi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Mantan menko perekonomian, Rizal Ramli, mengatakan pemerintah tidak bisa dan tidak boleh hanya terus-menerus bicara soal-soal mikro, seperti infrastruktur, proyek, dan lainnya.

Pemerintah, menurut dia, harus canggih dalam merumuskan kebijakan dan berbicara tentang ekonomi makro. “Kata anak-anak muda, jangan asal njeplak. Kalau hal itu dilakukan, akan merusak kredibilitas kita di dalam dan luar negeri,” kata Rizal dalam penjelasan persnya, Sabtu (14/3).

Ia mengingatkan agar pemerintah menyadari bahwa defisit transaksi berjalan sebagian besar dibiayai oleh aliran hot money. Itulah yang menyebabkan mengapa  Bank Indonesia (BI) sangat hati-hati.

Penurunan bunga beberapa waktu lalu oleh BI sebesar 0,25 persen, jelas Rizal, menunjukkan bahwa BI tidak super monetarist. BI sepertinya sadar, penurunan tingkat bunga yang besar akan membuat rupiah anjlok mendekati Rp 14 ribu per dolar AS.

Rizal menyayangkan hanya BI yang fokus dalam stabilisasi kurs rupiah, sedangkan pemerintah nyaris tidak ada kontribusinya, kecuali hanya komentar-komentar tidak bermutu dan konyol. Mengelola makro ekonomi bagaikan pilot dengan banyak knop di panel kontrol.

"Salah pencet, bisa membuat pesawat  besar RI goyang, bahkan crash seperti 1998,” kata ekonom senior ini.

Rizal meminta agar Presiden Jokowi menyadari bahwa semua ini adalah lampu kuning dan 'wake up call' yang berbunyi nyaring.  Presiden diharapkan merapikan Tim Ekonominya. Siapkan kebijakan makro yang jelas.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement