REPUBLIKA.CO.ID, PONOROGO -- Pengasuh Pondok Pesantren Darut Tauhid Cirebon, Jawa Barat, KH Husein Muhammad mengatakan, yang dinikmati umat saat ini adalah buah yang telah ditanam atau karya yang ditulis oleh ulama terdahulu. Karena itu umat saat ini juga harus menanam atau berkarya agar bisa dinikmati oleh umat di masa mendatang.
"Yang akan abadi itu adalah karya tulis. Tapi harus ditulis dengan hati yang tulus. Ulama yang bukunya kita baca yang masuk ke dalam hati kita karena ditulis dengan hati yang bening, tanpa hasrat apapun, kecuali memberi saja. Memberi itu tidak akan pernah berkurang," katanya pada seminar dan peluncuran buku 'Membaca dan Menggagas NU ke Depan' di Ponorogo, Jawa Timur, Sabtu (14/3).
Alumnus Al Azhar Kairo itu merawikan, ulama terdahulu dengan fasilitas sangat terbatas, namun karyanya luar biasa, baik jumlah maupun kualitasnya. Zaman dulu kertas dan tinta sangat terbatas. (baca: Ulama Cirebon Ajak Umat Muslim Bangkitkan Budaya Menulis)
"Internet tidak ada, listrik juga tidak ada, tapi bisa menulis beribu-ribu lembar. Imam Syafi'i, penanya menjadi cahaya, Imam Nawawi telunjuknya menjadi cahaya. Betapa kegelapan ruang tidak menghalangi beliau untuk terus menulis," ujarnya.
Husein menyarankan seseorang yang ingin menulis dimulai dari hal-hal kecil, seperti catatan perjalanan atau pertemuan dengan seorang tokoh. Sementara ulama muda yang juga pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-guluk, Sumenep, Madura, KH M Faizi, MFil, mengatakan seorang penulis itu harus pandai mengambil sudut pandang berbeda dari biasanya sehingga menghasilkan karya menarik.
Sementara buku 'Membaca dan Menggagas NU ke Depan; Senarai Pemikiran Orang Muda NU' itu merupakan inisiatif Litbang PCNU dan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ponorogo. Sejumlah tokoh menuangkan pemikirannya dalam buku itu, antara lain KH Imam Sayuti Farid (Rois Syuriah PCNUy, Dr Sutejo (Ketua Litbang PCNU dan budayawan) dan Abid Rohmanu (Ketua ISNU).