REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Pakistan melaksanakan hukuman gantung terhadap 12 narapidana pria, Selasa (17/3). Hal itu menjadi jumlah napi terbanyak yang dieksekusi di hari yang sama sejak moratorium hukuman mati dicabut Desember lalu.
Perdana Menteri Nawaz Sharif mencabut moratorium hukuman mati pada 17 Desember 2014, sehari setelah kelompok bersenjata Taliban Pakistan menyerang sebuah sekolah dan menewaskan 132 murid serta sembilan guru.
Pembantaian itu memicu tekanan pada pemerintah untuk berbuat lebih banyak dalam menghadapi pemberontakan kelompok Islamis tersebut.
Sejak pencabutan itu, 27 orang telah digantung. Sebagian besar merupakan militan, namun pekan lalu pihak berwajib diam-diam memperluas kebijakannya dan memasukkan semua napi yang sudah masuk dalam daftar hukuman mati dan bandingnya sudah ditolak.
"Mereka bukan hanya teroris, tetapi termasuk pelaku kejahatan lain, beberapa diantaranya pembunuh dan beberapa melakukan kejahatan keji lain," kata juru bicara kementerian mengenai 12 napi yang dieksekusi di berbagai penjara berbeda itu.
Moratorium eksekusi dilakukan sejak pemerintahan demokratis mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan militer pada 2008. Kelompok hak asasi manusia mengatakan banyak vonis di Pakistan yang sangat tidak bisa diandalkan.
Sistem hukum kriminal yang ketinggalan zaman nyaris tidak berfungsi, penyiksaan seringkali digunakan untuk mendapatkan pengakuan, dan polisi jarang dilatih melakukan penyelidikan, kata pejabat HAM.
Terdapat lebih dari delapan ribu warga Pakistan yang berada dalam daftar hukuman mati.
Pada Kamis, pemerintah rencananya akan mengeksekusi Shafqat Hussain. Kuasa hukum Shafqat mengatakan ia masih berumur 14 tahun saat ditahan satu dasawarsa lalu. Hussain ditahan atas penculikan dan pembunuhan seorang anak, dan vonis terhadapnya dijatuhkan berdasar pengakuan yang diambil setelah sembilan hari ia disiksa.