Senin 30 Mar 2015 04:35 WIB

Sejak Zaman Megawati, Eksplorasi Minyak Susah

Rep: C85/ Red: Citra Listya Rini
Kapal eksplorasi minyak lepas pantai (ilustrasi)
Kapal eksplorasi minyak lepas pantai (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga BBM per 28 Maret 2015 dinilai menjadi salah satu bukti betapa Indonesia sangat bergantung pada harga minyak dunia. Indonesia mengimpor 60 persen kebutuhan BBM dalam negeri dan sisanya didapat dari produksi nasional.

Ketika rupiah melemah dan harga minya dunia merangkak naik, sebagai negera dengan angka impor BBM cukup tinggi, tentu saja pemerintah kelimpungan menentukan harga BBM. Ujungnya, seperti kita tahu harga BBM "terpaksa" naik. Lantas mengapa produksi migas kita kecil?

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo menilai bahwa seretnya produksi minyak nasional lantaran eksplorasi migas yang tak kunjung terdongkrak. Eksplorasi migas sendiri dinilai "pelit" sejak masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri. Agus menilai, berbagai kerumitan perizinan didapat operator saat mengajukan proposal untuk eksplorasi di lapangan tertentu.

"Dalam menyikapi kenaikan BBM, yang kudu diubah sistemnya. Minyak kita nambah-nambah nih. Ini yang harus direformasi. Kedua, sektor perpajakan sejak zaman Megawati orang mau cari minyak sudah dipajaki. Jadi ga ada orang cari minyak di sini karena mahal," jelasnya dalam diskusi publik di Jakarta, Ahad (29/3).

Padahal, Agus menilai apabila pemerintah ingin menyelamatkan peoduksi minyak nasional, maka eksplorasi adalah satu-satunya jalan keluar. Selama ini, pemerintah dianggap terlalu fokus pada angka lifting minyak, tanpa ada upaya serius untuk mendorong eksplorasi.

Terkait masalah kenaikan BBM, selain karena faktor ketergantungan Indonesia dengan BBM impor, Agus juga menambahkan bahwa harus ada reformasi kebijakan di tingkat hulu. Pemerintah didesak untuk tidak hanya terpikat pada kebijakan hilir, termasuk harga BBM yang naik turun.

"Saya selalu katakan butuh adanya reformasi di sistem dan kebijakan. Termasuk konsistensi pemerintah dalam jalankan kebijakan. Sejak kenaikan Novemebr lalu saya sudah sarnakn untuk tahan. Jangan turunkan dahulu," ujarnya lagi.

Menurutnya, kenaikan dan penurunan BBM yang terlalu cepat dinilai tidak sehat bagi perekonomian. Bahan baku tidak akan ikut turun harga jualnya apabila harga BBM diturunkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement