REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Tradisi sema’an atau khataman Alquran 30 juz tanpa melihat teks harus dilestarikan.
"Semaan di Depok masih asing, kesannya dianggap baru, selama ini belum ada dan ada yang bertanya ini tradisi apa? Padahal, seperti di Jawa, sema’an dihadiri banyak orang, karena mereka merasa ada berkahnya," ujar Ketua Jamiyyatul Qurro' Wal Huffaz (JQH) Imam Nafi, Ahad (12/4).
Ketua organisasi para penghafal Alquran ini mengungkapkan, pihaknya berupaya dalam membumikan tradisi sema’an di kalangan pondok pesantren dan masyarakat umum. Biasanya, jelas Imam, tradisi sema’an digelar saat tasyakuran, hajatan jelang resepsi pernikahan, akikah, tujuh bulanan, dan lainnya.
Bahkan, di tempat tertentu seperti di Pati, Jawa Tengah setiap Jumat Wage diadakan sema’an secara bergiliran setiap dua minggu dan keliling.
"Kita berharap agar tradisi semaan ini membumi di Kota Depok,"harapnya.
Rais Majelis Ilmi JQH KH Jazim Hamidi menuturkan bahwa sema’an mengikuti jejak Rasulullah SAW.
"Esensinya adalah I’tiba' Rosul (mengikuti Rasul). Namun, secara teknis adalah menjadi tradisi. Yang utama adalah doa khataman bagi yang membaca dan mendengarnya," tegasnya.