REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Pemerintah Kota Bandung menampung aspirasi para masyarakat adat lintas kota untuk mendukung peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) secara kultural.
Para masyarakat adat beserta mahasiswa Universitas Pasundan pun mengadakan Rajah Ruwat Jagat Buana Indung di Plaza Air Mancur Cikapundung Timur hingga Tarawangsa di Sumur Bandung.
"Yang datang ke sini bukan hanya dari komunitas kesundaan Bandung, tapi juga Sumedang, Indramayu, Ciamis, Tasik, Garut," ujar Wali Kota Bandung Ridwan Kamil di Sumur Bandung, Ahad (19/4) malam.
Ridwan mengapresiasi keinginan para masyarakat adat untuk mengekspresikan dukungan budayanya terhadap puncak peringatan KAA di Bbandung pada 24 April mendatang.
Di sisi lain, Ridwan juga melihat momentum KAA telah membawa dampak besar bagi internal Kota Bandung. Adanya momentum KAA ini kembali melahirkan kekompakan dan merajut sosiologis dari seluruh elemen masyarakat di Kota Bandung.
Kegiatan ruwatan yang menyambut peringatan KAA ke-60 ini diharapkan dapat menimbulkan ketenangan batin dan menjauhkan kerisauan.
Ridwan juga berencana untuk merutinkan kegiatan adat tersebut satu bulan sekali sehingga masyarakat dan turis dapat melihat budaya Sunda tersebut.
"Sehingga turis-turis juga bisa lihat aslinya budaya Sunda yang sempat hilang dan orang tidak tahu, apalagi anak-anak muda, bisa lahir lagi di sini," ujarnya.
Acara dimulai dengan kegiatan Ruwatan di Plaza Air Mancur serta pemotongan tumpeng oleh Wali Kota Bandung.
Setelahnya, para masyarakat adat membawa iring-iringan berupa 10 bedawan karya mahasiswa Universitas Pasundan, 60 tumpeng yang melambangkan 60 tahun KAA disajikan bersama delapan bonggol padi menuju Sumur Bandung.
Di Sumur Bandung, rombongan kemudian disambut dengan tarian adat Tarawangsa. Tarawangsa itu sendiri merupakan tarian khas untuk menyambut panen.
Tarian ini kemudian dijadikan tradisi untuk menyambut KAA. Dalam prosesi tarian Tarawangsa, sejumlah tamu termasuk Wali Kota Bandung disematkan selendang oleh penari tunggal pria, lalu diajak menari bersama.
Salah satu warga yang tergabung dalam masyarakat adat Apud menyatakan bahwa ruwatan ini juga bertujuan untuk membersihkan energi-energi buruk yang ada di Kota Bandung secara kultural.
Di sisi lain, kegiatan ini juga bermaksud untuk melestarikan budaya kesundaan agar tidak hilang ditelan zaman.
"Untuk menunjukkan, ini loh, ada adat seperti ini, ungkap Apud.