REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem), Johny Plate mengatakan, opini publik terkait Presiden Jokowi merombak kabinet perlu direspons dengan saksama. Namun, kata dia, kinerja para pembantu Presiden Jokowi masih perlu waktu untuk dinilai secara gamblang.
Menurut dia, tolak ukur kinerja menteri mesti disandarkan pada APBN. Dalam arti, menteri yang punya program yang bagus sekali pun tidak akan bisa menunjukkan kinerja yang baik bila belum disetujui anggarannya.
"Akan tetapi, memaksa presiden untuk melakukan reshuffle kabinet saat ini belum tepat waktunya. Karena apa? APBN baru saja disahkan sebulan yang lalu. Pencairan APBN pun belum berjalan," kata Johny Plate, Rabu (22/4) di Cikini, Jakarta. Dia menganggap pantas jika kinerja para menteri belum terasa. "Yang ada baru biaya rutin."
Karenanya, lanjut Johny, publik sebaiknya memberi jangka waktu untuk penilaian kinerja para menteri. Dihitung dari ketika disetujuinya APBN tersebut. Baru setelahnya, bisa dinilai apakah pantas direshuffle. "Enam bulan lah," kata dia.
Meskipun demikian, Johny menegaskan, reshuffle adalah hak prerogatif Presiden. Malahan, presiden dapat saja memilih siapapun dari partai koalisi untuk merekrut anak bangsa terbaik yang mumpuni untuk sebuah kementerian. "Tapi tidak berarti itu mendikotomikan profesional versus parpol," tegas dia.
Bagi politikus NasDem ini, justru masalah bukan lagi tentang koalisi politik, melainkan bagaimana agar Kabinet Kerja bisa efektif mengemban tugasnya. "KIH (versus) KMP sudah selesai waktu Pilpres. Dengan terpilihnya presiden, tidak ada lagi KIH, tidak ada lagi KMP. Kita ini kabinet presidensil, bukan kabinet parlementer," pungkasnya.