REPUBLIKA.CO.ID,MAKASSAR -- Tema Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 mendatang tentang ‘Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia’ diharapkan mendorong peran lebih Islam dalam mengawal terciptanya perdamaian.
“Islam saja tanpa nasionalisme akan menjadi ekstrem, dan nasionalisme saja tanpa ada landasan Islam akan kering,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, Rabu (22/4).
Ia mengungkapkan, tujuan diangkatnya tema tersebut untuk mengingatkan bahwa Islam tanpa dibarengi semangat nasionalisme tak akan mampu mempersatukan umat.
Kiai yang juga bergelar profesor di bidang tasawuf tersebut mengambil contoh beberapa negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, namun dirundung peperangan berkepanjangan karena ketiadaan semangat nasionalisme pada warga negaranya. Seperti Somalia, Afghanistan, Libya, Irak, Suriah, dan Yaman.
“Ulama di negara-negara itu luar biasa alim, kitab-kitab karyanya jadi pelajar-pelajar kita, tapi tidak dapat berperan dalam mewujudkan perdamaian. Di (negara) kita, alhamdulillah, keberadaan ulama-ulama NU dengan nasionalismenya mampu menjaga keutuhan NKRI,” tegas Kiai Said.
Lantaran nasionalisme itu juga, kata Kiai Said, konflik yang berakar pada perselisihan faham keagamaan di Indonesia bisa dengan cepat diredam.
Dia mencontohkan, konflik NU dan Syiah di Puger bisa diatasi sebelum meluas, sementara kasus Ahmadiyah di Jawa Barat dapat diredam sebelum memakan korban jiwa dalam jumlah besar.
“Sudah saatnya kiblat peradaban Islam dipindahkan. Bukan lagi di Arab, di Irak, di Afghanistan, tapi di Indonesia. Islam Nusantara, Islam NU, sudah mampu menunjukkan bagaimana Islam yang semestinya menjadi pengayom terciptanya perdamaian,” pungkasnya.