REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kira-kira pukul empat pagi ketika Maysa Abu Reida (24) menemukan ruangan itu penuh dengan asap. Pemanas listrik keluarga mereka telah jatuh ke lantai tempat Reida tidur bersama suami dan ketiga anaknya. Api menyebar ke tenda penampungan keluarga itu.
Seperti banyak warga Gaza lainnya, Reida tinggal di tempat penampungan setelah kehilangan rumahnya pada 2014 silam. Israel telah menghancurkan atau merusak puluhan ribu rumah selama perang. Menurut data UNRWA, lebih dari 90.000 dari 1,8 juta orang di Gaza masih tunawisma.
Sebagian besar pengungsi kini tinggal di tempat penampungan, termasuk sekolah milik UNRWA dan tenda kasar dibangun di samping rumah mereka yang hancur. Warga Gaza juga menderita kekurangan listrik berkepanjangan sejak Israel membom salah satu bagian dari pembangkit listrik tunggal di wilayah itu pada tahun 2006.
Dilansir dari aljazeera.com pada Sabtu (2/5), penembakan Israel terhadap pembangkit listrik satu-satunya milik Gaza musim panas lalu telah menyebabkan stasiun pembangkit tidak dapat beroperasi pada kapasitas penuh. Kini, warga Palestina di Gaza hanya merasakan listrik selama enam jam listrik per 18 jam. Bahkan dengan listrik yang dibeli langsung dari Israel dan Mesir, para pejabat memperingatkan jam pemadaman akan meningkat di musim panas.
Pertikaian politik di Gaza memperparah krisis tersebut. Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, menuduh Otoritas Palestina di Tepi Barat memaksakan pajak pada pasokan bahan bakar pembangkit listrik sehingga mengganggu pasokan. Israel juga membatasi pasokan gas untuk memasak ke Gaza.
Kebanyakan orang di Gaza sekarang menggunakan generator, baterai dan alternatif lain, tetapi hanya bagi mereka yang mampu membayar. Sebagian yang lain hanya bisa menyalakan lilin atau tetap dalam gelap. Hal itu meningkatkan risiko kematian dan kecelakaan yang diakibatkan oleh kebakaran.
Pada bulan Januari, dua anak Gaza tewas terbakar akibat lilin yang mereka nyalakan jatuh mengenai tempat tidur. Kematian mereka meningkatkan jumlah korban jiwa dan luka-luka yang disebabkan oleh kebakaran sejak awal krisis listrik di Gaza, menurut al-Mezan Centre for Human Rights.
“Sebagian besar pasien di unit luka bakar al-Shifa, rumah sakit utama Gaza, adalah anak-anak,” kata Dr. Maher Sokkar. Dr. Nafez Abu Shaban, kepala unit luka bakar, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa jumlah anak yang dirawat di unitnya mengalami peningkatan.
“Sebagian besar cedera disebabkan oleh kecelakaan rumah tangga, karena penggunaan pemanas primitif dan kompor sebagai akibat krisis listrik,” ujarnya.