REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Semua kader PPP dan Partai Golkar diminta berjiwa besar menerima pengurus yang sah, sambil menunggu proses hukum yang sedang berlangsung. Saran itu agar PPP dan Golkar memiliki hak politik, sehingga bisa mengikuti Pilkada serentak 2015.
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang berpendapat, jika merujuk kepada azas legal formal, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengacu pada keputusan Menteri Hukum dan HAM yang memenangkan Agung Laksono dari Partai Golkar dan Romahurmuziy dari PPP.
"Bahwa keputusan tersebut mendapat perlawanan dari kubu lain dalam internal partai, bagi saya itu urusan lain. Sehingga, tidak bisa dijadikan alasan untuk melarang kubu tersebut mendaftarkan kandidatnya di KPU sebagai peserta pilkada," katanya, Senin (11/5).
"Jika masing-masing kubu saling ngotot untuk menyandera partainya, maka mereka akan kehilangan hak politik untuk menjadi peserta pilkada," kata Pembantu Rektor I UMK Kupang itu.
Ia menegaskan kepengurusan Partai Golkar dan PPP yang mendapat pengakuan dari negara lewat keputusan Menteri Hukum dan HAM itulah yang berhak mendaftarkan kandidatnya di KPU sebagai peserta pilkada. KPU sebagai lembaga penyelenggara harus memegang asas ini tanpa harus melakukan interpretasi hukum.
"Jadi polemik di Golkar dan PPP tidak menjadi dualisme kalau kita menghormati keputusan Menhukum dan HAM sambil menghormati juga kubu yang melakukan gugatan," katanya.
Jika pengadilan menerima gugatannya maka Menhukum dan HAM juga harus merubah keputusan sesuai keputusan hukum. Karenanya, ia berpendapat, demi kemaslahatan partai dalam mengakomodasi kepentingan politik pilkada, tidak perlu ngotot-ngototan. Tetapi harus duduk bersama buat kesepakatan, agar pengurus yang mendapat surat keputusan yang memproses pilkada. Sehingga, hak politiknya tidak hilang akibat dualisme.