REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum Universitas Indonesia, Chudry Sitompul menyebut Presiden Joko Widodo kurang memahami Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Padahal, kata dia Undang-undang itu dulunya dibentuk karena lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien.
“Polisi dengan kejaksaan kan kurang fokus menangani korupsi, karena itu lah dibentuk sebuah lembaga khusus yang menangani korupsi,” kata dia kepada Republika, Rabu (13/05).
Sebagaimana diketahui, Inpres tersebut menginstruksikan kepada seluruh Menteri Kabinet Kerja, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung, Kapolri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Gubernur, dan seluruh Bupati/Walikota se-Indonesia untuk bersama-sama melaksanakan dengan sungguh-sungguh Aksi PPK Tahun 2015. Namun, menurut Chudry itu semua tidak akan berhasil.
“Karena mereka akan ada egosentris masing-masing,” tambah dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Mei 2015 lalu telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) 7/2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015. Bentuk atau jenis Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) dimuat perihal penanggung jawab aksi, instansi terkait, kriteria keberhasilan, dan ukuran keberhasilan.
Dalam Inpres tersebut ditegaskan, semua Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, wajib berkoordinasi dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).