REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertamina kembali menetapkan kenaikan harga untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi untuk sejumlah jenis tertentu per 15 Mei 2015 mendatang. Hal tersebut atas dampak dikuranginya subsidi lantas harga bergantung pada harga di pasar internasional. Adapun ketetapannya menjadi domain perusahaan dan korporasi. Maka, ia tak ada sangkut pautnya dengan ketetapan untuk harga BBM Bersubsidi.
"Ini kan harga produk internasional RON 92 dan 95, jadi acuan harganya mengacu pada indeks pasar internasional, kalau indeks pasarnya naik ya kita lakukan penyesuaian, wajar seperti ini," kata Vice President for Coorporate Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro kepada Republika pada Kamis (14/5).
Perubahan harga entah naik maupun turun, kata dia, memang secara rutin dilakukan sebulan dua kali. Sebab ia merupakan produk murni komersial tanpa sentuhan subsidi, maka bergantung kepada pilihan konsumen untuk pembeliannya.
Atas kenaikan tersrbut, Pertamina melihatnya sebagai hal yang normal. "Jumlah pembelian bergantung kepada kebutuhan, pilihan dan kemampuan konsumen," tuturnya. Maka dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, Pertamina bersama SPBU di bawahnya menyiapkan ketersediaan serta kualitas yang baik.
Disinggung soal transparansi perhitungan naik turunnya harga, Wianda menyebut, ketetapan harga dilindungi keterbukaan informasi publik sebagai formula harga yang dikecualikan alias rahasia masing-masing perusahaan. Perhitungannya dikembalikan kepada kebijakan masing-masing perusahaan.
Sebelumnya, menyesuaikan harga Bahan Bakar minyak non subsidi berdasarkan harga pasar global, Pertamina akan kembali menaikkan harga jual pada pertengahan Mei 2015, terhitung Jumat (15/5) pukul 00.00 WIB.
Di mana, harga Pertamax Plus naik menjadi Rp 10.550 dan Pertamax biasa naik Rp 800 per liter menjadi Rp 9.600. Selain itu, harga Pertamina Dex menjadi Rp 12.200 per liter, Premium tetap alias tidak mengalami kenaikan yakni Rp 7.400 dan Biosolar keekonomian menjadi Rp 9.200 per liter.