REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin menilai Puan Maharani dan Tjahjo Kumolo diduga kuat memang melakukan praktik rangkap jabatan.
Dengan kata lain, mereka masih menerima hak-hak keuangan sebagai Anggota DPR yang menurutnya melanggar Undang-Undang. Said juga meminta DPR agar segera mengusut kejadian tersebut.
"Apabila terbukti, maka Presiden hanya punya dua pilihan, yaitu memberhentikan keduanya dari jabatan menteri. Atau mempertahankan mereka dengan konsekuensi Presiden yang dianggap melanggar Undang-Undang," katanya, Jumat (15/5).
Dari sejumlah informasi yang dihimpun, menunjukan setidaknya ada 2 hal yang memberi indikasi kuat bahwa Keputusan Presiden tentang pemberhentian Puan dan Tjahjo sebagai Anggota DPR belum pernah ada.
Pertama, berdasarkan hasil pengecekan media ke Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR yang menemukan nama Puan dan Tjahjo masih terdaftar sebagai Anggota DPR. Pihak Setjen sendiri telah memastikan bahwa mereka belum pernah menerima surat pengunduran diri Puan dan Tjahjo.
Kedua, berdasarkan pengakuan Puan sendiri yang membenarkan bahwa namanya masih tercatat sebagai Anggota DPR.
"Dari kedua indikasi tersebut maka sangat kuat dugaan Puan dan Tjahjo telah melakukan praktik rangkap jabatan sebagai menteri sekaligus sebagai Anggota DPR," ujarnya.
Seperti diketahui, politikus PDIP Puan Maharani dan Tjahjo Kumolo sudah hampir tujuh bulan menjabat sebagai menteri. Puan berstatus sebagai menteri koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaanaan. Adapun, Tjahjo menduduki kursi menteri dalam negeri.
Sayangnya, selama itu pimpinan PDIP belum melakukan pergantian antar waktu (PAW). Alhasil, Puan dan Tjahjo disebut masih menerima gaji dobel, dari statusnya sebagai anggota DPR dan menteri di Kabinet Kerja.