REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pakar Hukum Tata Negara Jimly Assiddqie mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Frasa 'Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara' harus dipertimbangkan dan dijadikan pegangan.
"Intinya jangan ada perdebatan lagi, dan Pancasila jangan lagi ditempatkan sebagai salah satu pilar kehidupan berbangsa bernegara. Karena Pancasila adalah filosofi berbangsa, dasar negara," kata Jimly Assiddqie yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Ahad (17/5).
Pernyataan tersebut disampaikan karena kata dia, MPR kembali menyosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dia menambahkan, dengan penyebutan sebagai pilar, seolah-olah dianggap setara dengan yang lain, dan pada akhirnya menimbulkan salah faham di masyarakat.
Seharusnya, kata dia, MPR menghormati putusan MK dalam Amar Putusan Nomor 100/PUU-XI/2014 yang membatalkan Frasa "Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara" dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik terkait Pancasila pilar kebangsaan.
Sebelumnya, pada acara Membumikan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara; Pasca-Putusan MK, yang diselenggarakan Lembaga Pelatihan dan Kajian Ulul Albab Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), Jimly mengatakan program sosialisasi empat pilar yang dilakukan oleh MPR harus mempertimbangkan putusan MK dan sebaiknya tidak diteruskan.
"Saran saya kegiatan sosialisasi diganti saja dengan kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat dan pengkajian. Karena sosialisasi itu kegiatan eksekutif atau pemerintah," ujarnya.
Kalaupun mau menyebut Empat Pilar, tambah Jimly, sebaiknya dibentuk yang baru yang terdiri dari UUD 45, NKRI, Wawasan Nusantara, dan Bhineka Tunggal Ika. "Keempatnya menjabarkan Pancasila, ini cara pandang baru Empat Pilar yang benar," tukasnya.