REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Antropolog dari Universitas Indonesia, Irwan Martua Hidayana, memperkirakan pro dan kontra dalam menanggapi ragam ekspresi Islam di Indonesia akan terus terjadi. Dia mengingatkan agar masyarakat tetap berpikir jernih dan tidak memaksakan kehendak.
“Pro dan kontra dalam menanggapi ekspresi keagamaan itu wajar. Apalagi Islam di Indonesia majemuk,” ujarnya saat dihubungi ROL, Senin (18/5).
Kemajemukan Islam sendiri, kata dia, disebabkan persebaran Islam di Indonesia yang selalu mengalami percampuran dengan budaya lokal setempat. Karena itu, masyarakat Indonesia perlu berpikir jernih dalam menyikapi berbagai ekspresi keislaman yang ada.
“Dalam konteks membaca Alquran menggunakan irama langgam Jawa misalnya, harus lebih dilihat konteksnya. Jangan semata melihat perbedaannya saja lantas disebut sebagai sesuatu yang kurang lazim,” terangnya.
Selain melihat konteks, dia pun menyarankan agar pihak-pihak tertentu tidak saling memaksakan kehendak dalam menyikapi fenomena tersebut. Perlu disadari bahwa jauh sebelum Islam berkembang luas, masyarakat Indonesia telah lebih dulu memiliki identitas sebagai bangsa yang majemuk.
“Dalam dinamika masyarakat, pro dan kontra akan tetap berlanjut. Yang selalu perlu diingat jangan sampai adanya perbedaan memicu konflik,” tegasnya.
Baru-baru ini, salah satu stasiun televisi nasional menanyangkan pembacaan Alquran dengan langgam Jawa. Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin mengapresiasi hal itu dengan menyebutnya sebagai bentuk kekayaan ragam bacaan Alquran khas Nusantara. Meski begitu, tetap ada pro dan kontra dari berbagai kalangan Muslim. (c36)