REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Departemen Kehakiman Amerika Serikat pada Selasa (19/5) mendakwa enam warga Cina. Mereka dituduh melakukan spionase ekonomi, yakni mencuri teknologi melalui ponsel.
Keenam terdakwa dituduh mengambil data teknologi rahasia dari dua perusahaan Amerika kemudian menyebarkannya ke universitas dan perusahaan yang dikendalikan pemerintah Cina. Kedua perusahaan tersebut Skyworks Solutions dan Avago Technologies adalah produsen penyaring frekuensi radio atau FBAR.
Salah satu terdakwa adalah profesor Universitas Tianjin Hao Zhang. Zhang telah ditahan setelah ditangkap di Los Angeles pada (16/5) saat baru tiba dari Cina. Jika divonis bersalah, ia bisa dihukum penjara maksimal 50 tahun.
Sementara rekannya Wei Pang dan empat insinyur dan profesor diyakini masih di Cina. AS telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap lima terdakwa.
Dugaan spionase ekonomi oleh Cina telah lama menjadi perhatian pemerintah AS. Menurut dakwaan skema spionase sudah dilakukan sejak satu dekade lalu.
Jaksa mengatakan Zhang dan dan professor lainnya secara bersama-sama dengan sengaja mencuri tekonologi FBAR dari perusahaan di AS. FBAR digunakan pada ponsel dan peralatan bergerak lainnya untuk menyaring sinyal yang tidak diinginkan. Kemudian, setelah berhasil mencuri, mereka diduga mendirikan sebuah perusahaan di Tianjin untuk memproduksi FBAR.
Asisten Jaksa Agung untuk Keamanan Nasional, John Carlin menungkapkan para terdakwa memanfaatkan akses dan pengetahuan tentang teknologi AS yang sensitif secara ilegal untuk memperoleh berbagai data rahasia dagang dengan pemerintah Cina untuk keuntungan ekonomi,
"Spionase ekonomi membebankan biaya besar pada bisnis Amerika, melemahkan pasar global dan akhirnya merugikan kepentingan AS di seluruh dunia,” ujar Carlin, dikutip dari BBC.