REPUBLIKA.CO.ID, MANADO --Pemerintah diminta tidak membandrol bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite terlalu tinggi. Sehingga masyarakat mampu menjangkaunya.
"Bagi saya BBM pengganti premium sah-sah saja, namun harus ada dua syarat utama yang harus dipenuhi yaitu harga dan kontinuitas ketersediaan di pasar," kata Pengamat Ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Dr Joubert Maramis di Manado, Kamis (21/5).
Dari sisi harga, katanya, sebaiknya harga pertalite sama dengan premium. Namun hal ini tidak hampir mustahil karena harga pokok produksinya relatif lebih tinggi dari premium dan pasti pemerintah tidak ingin memberikan subsidi. "Jadi jalan tengahnya adalah harga pertalite jangan terlalu tinggi," jelasnya.
'Dijelaskannya, selisih di bawah Rp 300 dengan premium masih logis dan tidak akan terlalu berdampak pada keresahan masyarakat. Kedua, pertalite harusnya dijamin ketersediaan jumlah dan distribusi di Indonesia oleh pemerintah.
"Kalau penggantian premium dengan pertalite didasari pada argumen rasional seperti tidak fluktuatif harga di pasar dunia dan supply di dalam dan luar negeri banyak, serta harga tidak terlalu tinggi dan membuat mesin lebih awet maka bagi saya hal ini sah-sah saja dilakukan," jelasnya.
Namun, katanya, jika ada unsur lain seperti merek dagang, perjanjian-perjanjian sepihak dengan perusahaan importir atau negara pengeksport pertalite atau kepentingan golongan saja maka ini tidak bisa diterima masyarakat pastinya.