Kamis 11 Jun 2015 05:00 WIB

Prof Rasjidi, Mantan Menag dan Ilmuwan yang Kritis

Rep: c 38/ Red: Indah Wulandari
Mantan Menag RI Prof Rasjidi
Foto: wikimedia
Mantan Menag RI Prof Rasjidi

REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK -- Ia ilmuwan kritis yang berani mendebat seorang orientalis di Mc. Gill University. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Agama dalam Kabinet Sjahrir II. Ia pun telah gigih menahan laju liberalisme dan sekularisme pemikiran Islam di Indonesia pada tahun 1970-an.

Tapi, nyatanya tak banyak generasi muda yang mengenal sosoknya. Buah pikiran sang mantan Menteri Agama itu berada di sudut sunyi hiruk pikuk pemikiran Islam di Indonesia. Dialah, Prof. Dr. M. Rasjidi.

Prof. Rasjidi terlahir dengan nama Saridi, di Kotagede, Yogyakarta seratus tahun silam. Ia mendapatkan nama Rasjidi dari gurunya, Syekh Ahmad Surkati, yang kesulitan melafadzkan nama Jawa itu.

Rasjidi menuntaskan studi filsafat dan agama di Universitas Kairo, Mesir. Sekembalinya ke Indonesia, ia ditunjuk sebagai Menteri Agama, kemudian berturut-turut sebagai Duta Besar di Mesir, Duta Besar di Iran dan Afganishtan, sampai akhirnya kembali ditarik ke Indonesia sebagai Dirjen Penerangan Departemen Luar Negeri.

“Prof. Rasjidi kiranya layak disebut sebagai peletak dasar Kementerian Agama di Indonesia. Saat menjabat Menteri Agama, dia menghubungi tokoh-tokoh perwakilan agama di Indonesia untuk duduk sebagai direktur-direktur di bawah Departemen Agama,” tutur Jimly Asshiddiqie, akhir pekan lalu.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini pernah bersentuhan langsung dengan H.M. Rasjidi semasa aktif di Masjid Arief Rahman Hakim, UI. Ia turut menjadi pembicara dalam peringatan seabad kelahiran Prof. Rasjidi di PSJ Universitas Indonesia, kemarin.

Rasjidi memang bukan politisi, tambah Jimly, sekalipun ia aktif di Partai Masjumi. Rasjidi adalah seorang pemikir yang kritis dan pandai berdebat. Dalam kapasitas beliau sebagai seorang intelektual, ia acapkali mengkritik pemikiran seseorang melalui sebuah tulisan.

Prof. Rasjidi memperoleh gelar doktoralnya di Universitas Sorbonne, Paris pada 1956 setelah mempertahankan disertasi berjudul “l ‘Evolution del ‘Islam en Indonesie ou Consideration Critique du Livre Tjentini.”

Ketika ia mendapat kabar bahwa Mc. Gill University membutuhkan seorang Associate Professor, tanpa pikir panjang Rasjidi pun bertolak ke Kanada. Di Mc. Gill University, Rasjidi mengajar Hukum Islam dan Sejarah.

Saat berada di Mc. Gill itulah, Rasjidi mendebat seorang orientalis kawakan sekaligus pakar kajian hadits,Prof. Joseph Schacht, yang kala itu datang sebagai penceramah tamu. Jajaran guru besar yang resah mendengar bantahan itu lantas memutuskan untuk meliburkan perkuliahan di Mc. Gill selama satu hari, diganti dengan perdebatan mengenai teori Schacht. Mereka mengakui keilmuan Rasjidi.

Rasjidi juga tercatat pernah menulis buku berjudul Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”, serta mengkritik pemikiran Nurcholish Madjid dan beberapa misionaris Kristen. Sayangnya, pemikiran-pemikiran Rasjidi kalah wacana oleh sinergi kekuatan militer, media, dan pemerintah yang menggelembungkan pemikiran sekuler di era itu.

“Sekiranya pemikiran Prof. Rasjidi yang berkembang, barang kali wajah pemikiran Islam di Indonesia akan lain. Prof. Rasjidi telah meletakkan dasar-dasar pemikiran Islam yang benar,” tandas Dr. Adnin Armas, Direktur INSISTS (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement