REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara mantan Menteri Agama Suryadharma Ali atau SDA, Humphrey Djemat mengatakan, dirinya belum menerima surat perintah penyidikan (sprindik) baru terhadap kliennya.
"Belum, sampai saat ini belum," katanya di gedung KPK Jakarta, Senin.
Sebelumnya, KPK mengatakan sedang mengembangkan kasus SDA yang juga mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu yaitu dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama periode 2012-2013 dan 2010-2011.
"Memang ada pengembangan perkara yang berkaitan dengan tersangka SDA (Suryadharma Ali), tapi saya belum dapat informasi rincinya," kata Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi pada Jumat (12/6).
Sehingga, menurut Humphrey, pihaknya belum tahu sama sekali mengenai dugaan sangkaan baru kepada Surya tersebut. "Pak Surya juga belum pernah diperiksa mengenai sangkaan itu," tambahnya.
Hari ini, Humphrey yang juga Wakil Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta bersama dengan Ketum PPP Djan Faridz mendatangi KPK untuk memohon penangguhan penahanan terhadap Suryadharma.
"Niat kedatangan saya ke KPK ingin menghadap pimpinan KPK, saya dan rombongan berharap diterima untuk berjumpa dengan salah satu ketua untuk memohon penangguhan penahanan dari pada Pak Suryadharma Ali karena beliau adalah pengurus dari Partai Persatuan Pembangunan karena beliau adalah ketua majelis pertimbangan partai," kata Djan Faridz.
Alasan lain penangguhan adalah karena sebelumnya pimpinan KPK nonaktif Abraham Samad dan Bambang Widjojanto ditangguhkan penahanannya oleh pihak kepolisian.
"Jadi, menurut hemat kami, ada baiknya Pak Surya diberikan penangguhan penahanan dengan alasan hak asasi. Beliau juga ditahan sampai batas waktu yang tidak jelas seperti ini, ya harus mendapatkan perlakuan yang sama. KPK juga harus perlihatkan hal sama supaya tidak ada diskriminasi di antara semua pihak untuk hal tersebut," ungkap Humphrey.
Menurut Humphrey semua pengurus PPP bersedia untuk menjadi penjamin penangguhan penahanan Suryadharma. Dalam kasus ini, KPK menduga ada penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Suryadharma yaitu terkait pemanfaatan sisa kuota haji, pemanfaatan fasilitas PPIH dan penyelewengan dalam pengadaan catering dan pemondokan. Dugaan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp1 triliun pada 2012-2013.