Topeng si Jantuk, figur kebayan yang menjadi pembuka dan penutup pada setiap pementasaan ronggeng Blantek. (Republika/Aditya Pradana Putra). (FOTO : Republika/Aditya Pradana Putra)
Pementasan kelompok topeng blantek, Pangker Grup, di Tangerang. (Republika/Aditya Pradana Putra) (FOTO : Republika/Aditya Pradana Putra)
Pementasan kelompok topeng blantek, Pangker Grup, di Tangerang. (Republika/Aditya Pradana Putra) (FOTO : Republika/Aditya Pradana Putra)
Bersiap menjelang pementasan kelompok topeng blantek, Pangker Grup, di Tangerang. (Republika/Aditya Pradana Putra) (FOTO : Republika/Aditya Pradana Putra)
Gelak penonton pada pementasan kelompok topeng blantek, Pangker Grup, di Tangerang. (Republika/Aditya Pradana Putra) (FOTO : Republika/Aditya Pradana Putra)
Menaiki pickup lengkap dengan make up dan kostum menuju rumah. (Republika/Aditya Pradana Putra) (FOTO : Republika/Aditya Pradana Putra)
inline
REPUBLIKA.CO.ID, Mirip dengan lenong, topeng blantek memiliki alur cerita dengan diiringi musik gambang kromong tetapi seluruh pemainnya memiliki kebebasan berimprovisasi dan tanpa naskah dialog.
Hal itu merupakan cikal bakal nama kesenian ini, saat zaman kolonial orang Belanda dulu menyebut kami "blind" berarti buta dan "text" berarti naskah.
Topeng Blantek kini terus berjuang melawan derasnya arus waktu. Berada di pinggiran, namun para pegiatnya tetap berjuang agar tidak musnah, bak 'ayam mati di lumbung padi'
sumber : Republika Foto
Advertisement