REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pergerakan rupiah semakin tertekan hingga mencarap di atas Rp 13 ribu/ dolar AS. Keadan tersebut disebabkan perekonomian Amerika yang memang mengalami kenaikan signifikan dan ketidakpastian The Fed untuk menaikan suku bunganya.
"Yang paling penting pemerintah harus tegas untuk kendalikan permintaan dolar karena itu efektif mengimbangi pelemahan rupiah. Makanya kan peraturan juga sudah ada untuk mengunakan rupiah dalam segala transaksi di negara kita," kata pengamat ekonomi Institut for Development of Economic and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, kepada ROL, Selasa (16/6).
Ia menambahan, untuk menjalankan peraturan tersebut menjadi efektif perlu adanya instrument monitoring. Jangan sampai, kata dia, kontrol jarang dilakukan dalam menegakan aturan tersebut sehingga hasil yang didapatkan untuk menekan pernintaan dolar tidak efektif.
Misalnya, ia menjelaskan, banyak perusahan-perusahaan asing yang membayarkan gaji kepada tenaga kerja menggunakan mata uang dolar. "Seharusnya ini nggak bisa, toh tenaga kerjanya kalau di Indonesia kan pakai Rupiah jadi nggak ada masalah," tutur Enny.
Terkait dengan hal tersebut, permasalahan seperti itu bisa diatur lebih tegas lagi oleh pemerintah. Minimal, menurut dia jika bisa ditertibkan bisa mengurangi dari sisi permintaan dolar secara signifikan.
Diketahui, penggunaan Rupiah di Indonesia sudah diatur dalam UU No. 7 Pasal 21 Ayat (1) Tahun 2011 tentang mata uang. Dalam pasal tersebut rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi dengan menggunakan rupiah.
Lalu untuk yang melanggar transaksi tersebut, maka pelanggar akan dipidana dengan kurungan penjara selama satu tahun dengan denda Rp 200 juta. Hal tersebut tertulis dalam UU No. 7 Pasal 33 Ayat (1) Tahun 2011 tentang mata uang.