REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pengurus Pusat Muhammadiyah Ma'mun Murod mengungkapkan seseorang yang hanya mengedepankan peribadatan yang sifatnya personal tapi abai dengan kondisi sosial merupakan cara ber-Islam yang tidak tepat.
"Ini orientasi keberislaman yang ngawur, dan keberislaman yang seperti ini merupakan fenomena mainstream dari keberagamaan umat Islam di Indonesia," tutur Ma'mun kepada Republika, Sabtu (20/6).
Dia melanjutkan keberagamaan yang seperti ini tidak akan berfungsi apa pun bagi umat. Menurutnya orang beragama yang tidak peduli dengan kondisi sosial akan menyebabkan agama yang dianutnya tidak hadir di masyarakat. Jika seperti itu kondisi umat Islam, agama hanya ada di masjid dan mushalla.
Menurut Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta ini, para pemuka agama yang hanya menyerukan peningkatan ibadah personal, tanpa menekankan keutamaan amalan sosial bukanlah dakwah yang mencerdaskan.
"Pahala dikejar-kejar, berlomba-lomba menebar kebaikan di bulan puasa, shalat jamaah di masjid penuh, eh selepas puasa, masjid kosong, kotak amal di masjid berkurang," ungkap Ma'mun.
Dia mengatakan, permasalahannya adalah ustaz-ustaz dalam ceramahnya hannya menekan aspek ritual, aspek pahala, dan sejenisnya. Tapi sedikit sekali bicara soal kaitan puasa dengan korupsi, puasa dengan penyelewengan pajak, dan sebagainya yang berkaitan dengan dimensi sosial.
"Karena beribadahnya begitu, agama nyaris tak hadir di tengah-tengan masyarakat. Agama hanya ada di masjid, di mushalla, tapi tidak hadir di kantor DPR, tidak hadir di kantor KPK, kantor Kepresidenan, dan sebagainya," kata Ma'mun mengingatkan.