REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum dan tata negara Universitas Hasanudin Makasar, Aminuddin Ilmar menilai tidak ada masalah dengan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyadapan. Kalaupun penyadapan itu harus diatur atau diawasi, ia tidak sepakat jika hal tersebut dilakukan melalui mekanisme izin pengadilan.
Pernyataannya ini berkaitan dengan rencana DPR merevisi Undang-Undang (UU) KPK. Aminuddin menjelaskan pengawasan penyadapan KPK sebenarnya cukup dijelaskan dan dipertegas dalam UU.
"Karena selama ini operasi tangkap tangan (OTT) yang berhasil dilakukan KPK merupakan hasil dari penyadapan. Dan tidak ada masalah dengan itu jika dilakukan demi penegakkan hukum," tuturnya pada ROL, Senin (22/6).
Dan jika fungsi penyadapan ini harus melibatkan instansi atau pihak lain, seperti pengadilan, justru akan melemahkan KPK. "Karena bisa ada kebocoran informasi jika seperti itu. Cukup dipertegas saja syarat-syaratnya (penyadapan) dalam UU," ucap dia.
DPR menetapkan empat poin yang menjadi bahan revisi UU KPK. Keempatnya adalah adanya aturan penggantian komisioner, memperjelas makna kolektif dan kolegia, pembentukan komite pengawas untuk menghindari penyalahgunaan wewenang penyadapan serta kewenangan mengangkat penyidik dan penyelidik. DPR menyatakan revisi UU KPK bersifat terbatas. Sementara Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan revisi UU KPK belum diperlukan.