Selasa 23 Jun 2015 03:00 WIB

Kemenhut-LH Didesak Selesaikan Konflik Mesuji

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Indah Wulandari
Pengungsi Register 45 Mesuji mengambil air sejauh satu kilometer dari tempat tinggal sementara mereka.
Foto: ANTARA FOTO
Pengungsi Register 45 Mesuji mengambil air sejauh satu kilometer dari tempat tinggal sementara mereka.

REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG -- Gejolak dan masalah yang terjadi berlarut-larut perambah hutan negara Register 45 Sungai Buaya, Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung, menjadi urusan dan kewenangan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Kemenhut-LH).

"Kewenangan menyelesaikan masalah yang ada di Register 45 ada di Kemenhut-LH. Saatnya, Kemenhut-LH turun tangan menyelesaikan persoalan perambah, agar tidak terkesan pembiaran perambah. Ambil langkah unntuk mencegah konflik  dan bentrok perambah," kata Bupati Mesuji Khamamik, Senin (22/6).

Menurut dia, lahan Register 45 Sungai Buaya, Mesuji, seluas 43.100 hektare (ha) sertifikat hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI) dipegang PT Silva Inhutani Lampung (SIL).

Berdasarkan Kepmenhut Nomor 93 Tahun 1997 tentang Penetapan Register 45 sebagai hutan produksi, maka kemenhut-LH harus menjalankan tugasnya mengevaluasi pemegang HPHTI tersebut.

Sebelumnya, Ahad pekan lalu, terjadi bentrok fisik di dalam hutan negara yang sudah dipadati perambah. Satu orang meninggal, dan seorang luka parah.

Bentrok antarperambah ini dipicu penguasaan lahan negara antara kelompok Sungai Cambai dengan kelompok Sungai Ceper. Bahkan Polres Mesuji, menurunkan belasan anggotanya, dan menyisir pemukiman perambah, dan berhasil meringkus dua orang pelakunya.

Kapolres Mesuji AKBP Trisna mengatakan, saat ini kondisi dalam hutan negara Register 45 pasca bentrok fisik, sudah mulai kondusif. Namun, personil Polres masih bersiaga di lokasi, untuk mencegah terjadinya aksi lanjutan. Menurut dia, dua orang sudah berhasil ditangkap sebagai pelaku penyerangan.

Pemantauan Republika, pekan lalu, kondisi hutan negara Register 45 Sungai Buaya Kabupaten Mesuji, Lampung, saat ini semakin padat oleh perambah.

Hutan produksi tanaman industri ini, mulai bertumbuhan rumah-rumah dari yang semi permanen, hingga permanen dengan atas asbes. Masing-masing rumah mematok jarak yang sudah disepakati, ditambah dengan areal perkebunan perambah.

Para perambah menanam singkong dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Perambah ini berdatangan selain dari Lampung, juga dari luar Lampung. Bahkan listrik pun sudah menyala di rumah-rumah perambah. Sehingga kepenatan dan kesunyian dalam hutan sudah tidak dirasakan lagi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement