REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Keputusan pemerintah untuk memberikan 70 persen pengelolaan blok Mahakam kepada Pertamina mendapat tanggapan positif dari legislator DPR RI. Langkah tersebut dianggap sudah tepat dan sesuai dengan komitmen pemerintah.
“Saya apresiasi keputusan pemerintah itu. Angka 70 persen harus dilihat positif karena yang terpenting Pertamina sebagai National Oil Company (NOC) pegang mayoritas,” kata anggota Komisi VII DPR RI Syaikhul Islam Ali, dalam rilisnya, Rabu (24/6).
Wakil Sekretaris Fraksi PKB itu menambahkan, pemerintah hendaknya tidak hanya mengambil alih pengelolaan blok Mahakam saja. Tapi, blok-blok dan wilayah pertambangan lainnya yang akan habis kontraknya dikelola oleh negara melalui BUMN.
“Tidak hanya blok Mahakam yang kita take over, blok migas dan kontrak kerja pertambangan lainnya yang akan habis kontraknya harus dikelola negara. Nanti BUMN yang ditugasi langsung dalam operasionalnya,” lanjutnya.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, kebijakan pemerintah ini sudah selayaknya disambut baik oleh Pertamina. "Saya sebenarnya setuju saja nasionalisasi migas atau tambang apapun. Tapi tidak harus dipaksa, karena ini terkait hubungan multilateral," katanya.
Agus menyarankan agar Pertamina mempersiapkan segala sesuatu untuk mencaplok Blok Mahakam dalam kurun waktu tiga tahun ini. Mulai dari sumber daya manusia, kilang pengolahan gas, sampai pasar penjualan gas tersebut.
Blok Mahakam merupakan salah satu ladang gas terbesar di Indonesia. Pada akhir kontrak tahun 2017 diperkirakan masih menyisakan cadangan 2P minyak sebesar 131 juta barel dan cadangan 2P gas sebanyak 3,8 triliun kaki kubik (TCF). Dari jumlah itu diperkirakan sisa cadangan terbukti (P1) gas kurang dari 2 TCF.
"Nggak mudah menangani produksi gas sebesar itu. Buat PT Total E&P Indonesie menguntungkan, tapi belum tentu diambilalih Pertamina menguntungkan kalau mereka nggak siap dengan segala sesuatunya. Jangan sampai pendapatan negara malah turun," tegas Agus.
Persiapan yang dibutuhkan Pertamina dalam mengakuisisi Blok Mahakam, sambung dia, antara lain sumber daya manusia, kekuatan pendanaan karena praktis itu akan menjadi beban perusahaan pelat merah tersebut, dan kilang gas yang sanggup mengolah produksi gas.
Paling penting, tambahnya, mencari jaringan penjualan. Sebab Agus menjelaskan, Pertamina harus memastikan bahwa pasar Total E&P Indonesie mau membeli produksi gas Pertamina dari Blok Mahakam. Gas yang sudah dieksplorasi harus segera dijual.