REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menjadi perhatian publik. Banyak pihak khawatir revisi akan mengkerdilkan wewenang KPK, khususnya terkait kewenangan penyadapan.
Pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, kewenangan penyadapan (wiretaping), seperti yang diatur UU No 30/2002, merupakan marwah lembaganya.
Lantaran itu, dia mencurigai ada agenda pelemahan KPK bila revisi menyentuh ihwal penyadapan. Apalagi, menurut Indriyanto, penyadapan KPK terbukti ampuh menangkap basah sejumlah koruptor melalui operasi tangkap tangan (OTT).
"Kemugkinan ada rasa kekhawatiran akan maupun telah jadi korban OTT. Ada juga rasa iri atau, ekstremnya, akan melakukan delegitimasi kelembagaan KPK," kata Indriyanto Seno Adji dalam pesan singkat yang diterima Republika, Jumat (26/6).
Pakar hukum pidana itu melanjutkan, tidak seperti lembaga penegak hukum lainnya, KPK berwenang melakukan penyadapan sejak proses penyelidikan, penyidikan, ataupun penuntutan.
"Sesuai Pasal 26 UU Tipikor/Penjelasannya, yang tak pernah dihapus sejak UU 31/1999 yang diperbaharui UU 20/2001," ujarnya.