Senin 29 Jun 2015 06:06 WIB
Ramadhan 2015

Umat Islam tak Patut Berhitung Pahala Ramadhan

Rep: c 38/ Red: Indah Wulandari
Sejumlah umat muslim menunaikan ibadah shalat Jumat pertama pada bulan suci Ramadhan 1436 H di Masjid At-Tin, Jakarta, Jumat (19/6).  (Republika/Prayogi)
Sejumlah umat muslim menunaikan ibadah shalat Jumat pertama pada bulan suci Ramadhan 1436 H di Masjid At-Tin, Jakarta, Jumat (19/6). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ramadhan menjanjikan pahala berlipat-lipat ganda, namun umat Islam tidak perlu berhitung pahala agar ibadahnya sarat keikhlasan.

“Hadis-hadis yang menjanjikan pahala berlipat ganda layak kita jadikan dorongan untuk beribadah. Tetapi, saya menyarankan agar kita beribadah tanpa harus menghitung-hitung pahala supaya keikhlasan kita lebih terjaga,” kata Ketua Forum Ulama Umat Indonesia KH Athian Ali kepada Republika, Ahad (28/6).

Ia melanjutkan, keikhlasan beribadah telah diperintahkan Allah dalam Surah Al Bayyinah ayat 5 dan Surah Al Anam ayat 162. Kalangan sufi bahkan berpendapat, ujarnya, kalau seorang masih beribadah lantaran mengharapkan surga atau takut neraka, hukumnya makruh.

Ia mengisahkan, salah satu sufi yang terkenal dengan syair ini adalah Rabiah Al Adawiyah. Ia menekankan esensi ibadah bukan untuk mengejar surga atau mendapat pahala, tapi semata mencari keridhoan Allah.

Sementara, para ulama fikih menganggap harapan akan pahala itu tidak mengurangi keikhlasan seseorang beribadah. Hanya saja, menurut Athian jangan sampai umat lantas hanya mengejar pahala, bukan mencari ridho Allah.

“Kita ikuti semua yang Allah perintahkan, tanpa perlu bertanya-tanya seperti apa pahalanya. Tidak seperti seorang budak yang hanya mau bekerja ketika mendapat upah atau takut disiksa oleh majikannya. Mari kita menghambakan diri kepada Allah dengan keikhlasan,” ujar Athian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement