REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- UNHCR dan 17 mitra melancarkan Rencana Tanggap Pengungsi Regional dengan nilai 207 juta dolar AS untuk melindungi dan membantu 200 ribu pengungsi Burundi Mei lalu.
Untuk menghadapi kemungkinan kedatangan pengungsi baru dari Burundi, upaya relokasi telah dipercepat selama beberapa hari belakangan. Meskipun situasi di Burundi bertambah buruk, rencana tersebut baru terwujud hanya 13 persen sasarannya.
Layanan penting, seperti air, kesehatan dan kebersihan, sangat kekurangan dana. Setelah pemilihan anggota Dewan Legislatif baru-baru ini, rakyat Burundi dijadwalkan kembali ke tempat pemungutan suara pada 5 Juli.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon telah mendorong pemerintah agar menunda pemilihan umum tersebut sampai suasana kondusif bagi pemilihan umum yang melibatkan semua pihak, damai dan transparan tercipta.
Menurut UNHCR, kerusuhan meletus pada 26 April di Bujumbura, ibu kota Burundi, setelah partai yang berkuasa CNDD-FDD pada 25 April memilih Presiden Pierre Nkurunziza sebagai calonnya untuk pemilihan presiden.
Nkurunziza telah memangku jabata untuk dua masa sejak 2005, dan banyak pihak memperingatkan upaya untuk memperoleh masa jabatan ketiga bertentangan dengan undang-undang dasar dan bertolak belakang dengan semangat Kesepakatan Perujuan dan Perdamaian Arusha 2000 bagi Burundi.