Jumat 24 Jul 2015 19:11 WIB

Ketua PGLII: Perda Pelarangan Bangun Rumah Ibadah di Tolikara Sesuai Kearifan Lokal

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Bayu Hermawan
Warga beraktifitas di lokasi terbakarnya kios dan Mushollla di Tolikara, Papua, Kamis (23/7).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga beraktifitas di lokasi terbakarnya kios dan Mushollla di Tolikara, Papua, Kamis (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perseketuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII), Lipiyus Biniluk membenarkan adanya peraturan daerah (Perda) tentang larangan membangun rumah ibadah baru di Tolikara.

Menurutnya, Perda itu sesuai dengan kearifan lokal di kabupaten yang mayoritas penduduknya beragama Kristen tersebut. Terlebih, katanya, Papua memiliki keistimewaan otonomi khusus.

"Perda itu dalam konteks otonomi khusus Papua. Perda itu sesuai dengan local content yang ada," katanya usai menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jumat (24/7).

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah Kabupaten Tolikara Dance Y Flassy menambahkan, kendati Perda sudah disetujui oleh DPRD Kabupaten Tolikara, namun aturan tersebut belum diketuk palu oleh DPRD Provinsi Papua.

Ia mengatakan, jika pemerintah pusat ingin mengevaluasi Perda tersebut, maka seharusnya evaluasi serupa juga dilakukan pada Perda-perda sejenis yang ada di sejumlah daerah.

"Kalau menteri mau cabut Perda, evaluasi juga dong Perda-perda lain di seluruh Indonesia," ujarnya.

Seperti diketahui, bentrokan antarumat beragama yang berujung pada terbakarnya sebuah mushala di Tolikara diduga dipicu oleh surat edaran dari gereja setempat yang melarang pelaksanaan shalat ied.

Gereja-Gereja Injil di Indonesia (GIDI) menjadikan Perda tentang larangan membangun rumah ibadah selain gereja GIDI sebagai landasan untuk tidak mengizinkan pelaksanaan shalat Idul Fitri di Tolikara.

Sebelumnya Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan akan mencari Perda yang bersifat intoleransi itu. Tjahjo menegaskan akan membatalkan Perda-Perda yang isinya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement