REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden Tolikara, Papua pada Jumat (17/7) lalu diduga melibatkan campur tangan pihak asing.
“Dengan adanya banyak cabang organisasi para pelaku, bahkan adanya jaringan di luar negeri maka dimungkinkan jaringan ini telah dan akan berkontribusi untuk melakukan perilaku teror,” kata peneliti terorisme Indonesia Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya, Sabtu (25/7).
Ia menambahkan, bahkan bisa terjadi tindakan terorisme pada waktu dan tempat berbeda di waktu mendatang. Untuk itu, ia berpendapat jika tidak dihentikan dari awal, maka Gereja Injili di Indonesia (GIDI) berpotensi menjadi organisasi teroris besar seperti Al Qaeda atau Jamaah Islamiyah.
“Tidak mungkin para pelaku teror lapangan bekerja tanpa pendanaan. Banyaknya massa, adanya minyak, adanya pemantik api, adanya peralatan sound system, adanya gerakan massa merusak bahkan keberanian melakukan teror di depan markas militer, sangat mungkin didorong oleh adanya unsur pendanaan untuk melakukan teror,” jelas Mustofa.
Terkit hal tersebut, menurutnya, perilaku kekerasan berupa pembakaran yang terjadi di dekat Koramil membuktikan para pelaku dan sutradaranya terbukti secara brutal melakukan penghinaan. Terlebih, kata dia, penghinaan tersebut juga melecehkan simbol negara tanpa rasa takut.
Diketahui, insiden penyerangan umat muslim di Tolikara juga berujung dengan adanya pembakaran kios dan merambat ke masjid di dekat Koramil. Namun, kini pihak kepolisian sudah menangani dan menengkap dua orang yang diduga berperan dalam insiden tersebut.