REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara (jubir) Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), Husain Abdullah meminta Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Slamet Effendy Yusuf, objektif dalam menilai persoalan speaker masjid. Ia menyatakan, permintaan penataan tak hanya berasal dari Dewan Masjid Indonesia (DMI) saja.
“Seruan penataan speaker mesjid bukan hanya datang dari DMI atau Pak JK sendiri. Justru upaya ini tidak henti-hentinya disuarakan atau dipelopori ulama-ulama NU,” kata Husain dalam pernyataan tertulisnya yang diterima ROL, Sabtu (25/7).
Ia mengajak semua pihak membuka situs-situs resmi NU. Dalam situs tersebut, menurut Husain, juga menyerukan agar loudspeaker masjid ditata.
Bahkan, lanjut dia, Gus Dur sejak 1982 sudah menulis di salah satu media massa mengenai persoalan speaker masjid. “Tulisan Gus Dur saat itu mengenai pentingnya menata speaker masjid agar tidak bising dan tumpang tindih,” ungkap Husain.
Diketahui, upaya penataan loudspeaker mempunyai landasan hukum karena sejak 1978 Dirjen Bimas Islam Departemen Agama telah mengeluarkan Instruksi Nomor KEP/D/101/1978 17 Juli 1978. Instruksi tersebut mengenai tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan mushalla sehingga bukan barang baru di Indonesia.