REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Isu politik uang acapkali mengemuka dalam pelaksanaan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU). Pengasuh Ponpes Tebuireng, Jombang Jawa Timur Dr Salahuddin Wahid pun memperingatkan muktamirin agar tidak terpengaruh oleh politik uang saat gelaran Muktamar NU ke-33 pada 1-5 Agustus mendatang.
“Tentunya, kita harus belajar dari muktamar di Makassar. Politik uang sangat (banyak) terjadi,” kata Salahuddin Wahid yang akrab disapa Gus Sholah kepada Republika, Selasa (28/7).
Gus Sholah melanjutkan, ia mendengar penuturan dari orang-orang yang menyaksikan adanya kecurangan ini. Ada sejumlah calon yang menawarkan semacam itu. Ia pun mengimbau supaya cara-cara ini tidak terulang.
Pasalnya, menurut Gus Sholah, kalau muktamirin masih mengizinkan praktek politik uang, maka masa depan NU hilang karena suaranya mudah terbeli dengan uang.
Berkaitan dengan hal itu, sebagian kalangan beranggapan, konsep ahlul halli wal ‘aqdi (ahwa) yang akan digunakan dalam muktamar kali ini bertujuan untuk menangkal politik uang.
Namun, adik kandung KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini tidak sependapat dengan pandangan itu. Ia menilai konsep ahwa belum jelas karena bertentangan antara tujuan dan cara.
“Kalau menangkal politik uang, ya calon yang kita yakini kemarin melakukan politik uang, tidak boleh maju. Kalau menurut saya begitu,” ungkap Gus Sholah.
Lebih lanjut, adik kandung Gus Dur ini berharap, Muktamar NU ke-33 akan berlangsung baik, tidak ada keributan, tidak ada politik uang, dan menghasilkan pemimpin yang diharapkan.