REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga menilai ada tiga poin yang dilanggar dalam pembangunan Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Jatinegara. Pendiri gereja di Jalan Catur Tunggal, Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur itu melanggar aturan mendirikan tempat peribadatan.
Nurwono mengatakan, tiga poin yang dilanggar adalah rencana tata ruang kota, izin dari warga sekitar, dan izin bangunannya. Lebih dalam, Yoga menjelaskan isi rencana tata ruang kota dijelaskan bagaimana membangun sebuah bangunan ibadah, berapa jumlah penduduk, komposisinya seperti apa dan seberapa banyak warga yang membutuhkan tempat ibadah tersebut.
Dari rencana tata ruang kota tersebut, poin selanjutnya yakni adanya kespakatan dari tiga menteri (Menag, Mendagri dan Mendikbud) yang mengatakan harus ada kesepakatan dari warga sekitar banguan ibadah, seperti apa yang boleh dibangun.
"Tidak serta merta membangun, misalnya mayoritas muslim, untuk umat agama lain tidak boleh mengusulkan membuat bangunan ibadah di sekitar situ, apalagi sampai memaksa," terang Yoga, Selasa (28/7).
Yoga menjelaskan, syarat tersebut mutlak harus mendapatkan persetujuan dari warga, RT, RW, Kelurahan, dan Kecamatan setempat. Setelah dirasa lengkap, Dinas Tata Kota bisa mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Pada Sabtu 25 Juli 2015 lalu, semula Pemkot Jakarta Timur akan melakukan pembongkaran GKPI lantaran tidak menggubris untuk mengurus perizinan terhadap bangunan yang telah berdiri dari tahun 1973 tersebut. Pihak gereja berdalih patuh terhadap hukum dan pemerintah, akhirnya mereka membongkaran secara swadaya disaksikan Pemkot dan dalam penjagaan aparat kepolisian.